(Renungan) Kekudusan Hidup

Kekudusan Hidup
(Kresensia Aurelia Aida Kurniawan)


Sebab Ia yang menguduskan dan mereka yang dikuduskan, mereka semua berasal dari Satu; itulah sebabnya Ia tidak malu menyebut mereka saudara.
(Ibr. 2:11)


Kalender Liturgi Minggu, 6 Oktober 2024
Bacaan Pertama : Kej. 2:18-24
Mazmur Tanggapan : Mzm. 128:1-2. 3. 4-5. 6
Bacaan Kedua : Ibr. 2:9-11
Bacaan Injil : Mrk. 10:2-16


Yesus adalah Anak Allah. Allah berbicara kepada manusia dengan perantaraan Yesus. Allah menciptakan alam semesta dengan firman-Nya yaitu Yesus, Sang Firman yang menjelma dalam rupa manusia. Yesus adalah Allah 100% dan manusia 100%. Artinya, hanya Dia yang sanggup menebus dosa manusia, menang atas maut, dan bangkit dari mati. Tidaklah mungkin sanggup dilakukan oleh manusia biasa. Yesuslah yang menguduskan kita manusia dan menjadikan kita anak Allah. Yesus dan kita berasal dari Satu, yaitu Allah. Maka Yesus tidak malu menyebut kita sebagai saudara.

Kita yang adalah saudara Yesus, merupakan mahluk jasmani dan rohani sehingga membutuhkan hal material dan hal spiritual. Kedua hal itu seharusnya dipenuhi secara seimbang supaya menjadi pribadi yang utuh, sehingga dapat belajar mencintai Allah dan juga sesamanya. Lagi pula, dengan pembaptisan kita memperoleh kekudusan karena jasa Yesus. Kita hidup dalam keluarga-keluarga Kristiani. Di sini kita belajar mencintai Allah dan sesama anggota keluarga. Dengan cara inilah, kita berjalan menuju kekudusan hidup yang dikehendaki Allah seperti ajaran Yesus. 

Tentu kita pernah mendengar tentang poligami dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kebanyakan, meski tidak semua, yang menjadi pelaku adalah pria/suami, dan yang menjadi korban adalah wanita/istri. Sang suami merasa sudah memenuhi semua hal material yang diperlukan istrinya. Namun, ia lupa bahwa istrinya juga memerlukan hal spiritual.

Dalam konteks poligami, ada perasaan tidak dihargai, bersaing yang tidak sehat dan diperlakukan hanya sebagai objek. Dalam konteks KDRT, ada perasaan benci, perasaan takut yang tidak wajar dan perasaan tak berdaya. Contoh-contoh tadi menjadi tanda tidak terpenuhinya kebutuhan spiritual, sehingga tidak menjadi pribadi yang utuh. Maka pasangan tersebut tidak mungkin dapat mencintai sesamanya, apalagi Allah. Kalau demikian, bagaimana anggota keluarganya dapat berharap hidup dalam kekudusan? 

Semoga keluarga Kristiani yang kita bangun dapat menjadi teladan kekudusan hidup bagi orang lain yang belum mengenal Yesus!


Doa : 

Allah Tritunggal Maha Kudus, Bapa, Putera dan Roh Kudus yang mengasihi kami semua. Kami bersyukur telah mengenal Yesus melalui Kitab Suci, Tradisi dan Magisterium gereja-Mu. Curahkanlah rahmat-Mu supaya kami dapat sungguh-sungguh meneladan Yesus. Apa yang dikatakan-Nya, itulah yang diperbuat-Nya. Dengan demikian, kami dapat berharap hidup dalam kekudusan. Amin.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

(Renungan) Api Penyucian

(Renungan) Si Sulung yang Hilang