(Renungan) Hemodialisis
Hemodialisis
(Wellyani Maria)
Kalender Liturgi Jumat, 10 Januari 2025
Bacaan Pertama : 1Yoh. 5:5-13
Mazmur Tanggapan : Mzm. 147:12-13. 14-15. 19-20
Bacaan Injil : Luk. 5:12-16
Bacaan Injil hari ini, mengajak kita belajar dari sikap seorang kusta yang melihat Yesus, dengan berpasrah ia tersungkur dan memohon, “Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat menahirkan aku.” Bagi bangsa Yahudi, seorang yang sakit kusta dianggap najis, orang berdosa dan dihukum Allah. Mereka harus mengisolasi diri, menunjukkan ketidaksucian mereka karena sakitnya yang mudah menular. Mereka harus dipinggirkan dan disingkirkan, kehadirannya ditolak banyak orang. Tentu keadaan semacam ini menjadikan perasaan kesendirian, hampa, takut, terbuang dalam kesepian. Yesus hadir sebagai pribadi yang terbuka bagi orang lemah dan tersingkir.
Seorang sahabat, Christo, karena sakit yang dialaminya pada akhirnya dokter mengarahkan untuk hemodialisis (HD) atau cuci darah. Hal ini merupakan pilihan dan keputusan yang sangat sulit diterima. Christo menjadwalkan waktu untuk hemodialisis setiap Selasa dan Jumat, di sela waktu kerjanya. Perjumpaan dengan sesama pasien rutin HD menjadi pengalaman tersendiri yang membuat mereka merasa tidak sendiri. Pertanyaan “Kapan tiket boarding ada di tangan?” menjadi bahan bercanda di antara mereka, karena dalam perjalanan waktu, satu per satu dari mereka berpulang, para pasien dihadapkan dalam kondisi berpasrah sekaligus berpengharapan.
Bagi Christo, pengalaman cuci darah menjadi ungkapan syukur, sebagai tanggapan batinnya atas karya keselamatan Allah dalam hidupnya. Setiap kali cuci darah, mata imannya mengarahkan bahwa Allah sendiri yang menggantikan setiap tetes darahnya menjadi darah baru yang mengalir dalam tubuhnya. Rasa syukur inilah yang membangkitkan semangat dan sukacitanya dalam menjalani hari-hari di tengah kesibukannya sebagai seorang staf yang wajib hadir ke kantor.
Bercermin dari Christo, kita belajar walau dalam keadaan tidak nyaman, menakutkan dan membosankan justru menjadikannya sebagai ungkapan syukur. Proses penerimaan diri karena sakit atau terpuruk membutuhkan sikap batin yang berserah dan berpasrah kepada Allah. Marilah kita menepi sejenak, bersyukur dan terus membina relasi yang akrab dengan Sang Pemilik Kehidupan, agar kita dimampukan bersyukur, berserah dan berpasrah dalam keadaan apa pun!
Doa:
Allah Bapa Sang pemilik kehidupan, kami bersyukur atas kasih karunia-Mu. Kesehatan yang baik, juga makan dan minum yang cukup setiap hari. Bantulah kami dengan rahmat-Mu untuk selalu bersyukur meskipun keadaan terkadang kurang nyaman dan tidak memuaskan kami. Berani untuk mengundurkan diri untuk terus membina relasi yang akrab dan solid bersama-Mu. Nama-Mu kami puji kini dan sepanjang masa. Amin.
(Wellyani Maria)
Ketika ia melihat Yesus, sujudlah ia dan memohon, “Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat menahirkan aku.”
(Luk. 5:12b)
Kalender Liturgi Jumat, 10 Januari 2025
Bacaan Pertama : 1Yoh. 5:5-13
Mazmur Tanggapan : Mzm. 147:12-13. 14-15. 19-20
Bacaan Injil : Luk. 5:12-16
Bacaan Injil hari ini, mengajak kita belajar dari sikap seorang kusta yang melihat Yesus, dengan berpasrah ia tersungkur dan memohon, “Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat menahirkan aku.” Bagi bangsa Yahudi, seorang yang sakit kusta dianggap najis, orang berdosa dan dihukum Allah. Mereka harus mengisolasi diri, menunjukkan ketidaksucian mereka karena sakitnya yang mudah menular. Mereka harus dipinggirkan dan disingkirkan, kehadirannya ditolak banyak orang. Tentu keadaan semacam ini menjadikan perasaan kesendirian, hampa, takut, terbuang dalam kesepian. Yesus hadir sebagai pribadi yang terbuka bagi orang lemah dan tersingkir.
Seorang sahabat, Christo, karena sakit yang dialaminya pada akhirnya dokter mengarahkan untuk hemodialisis (HD) atau cuci darah. Hal ini merupakan pilihan dan keputusan yang sangat sulit diterima. Christo menjadwalkan waktu untuk hemodialisis setiap Selasa dan Jumat, di sela waktu kerjanya. Perjumpaan dengan sesama pasien rutin HD menjadi pengalaman tersendiri yang membuat mereka merasa tidak sendiri. Pertanyaan “Kapan tiket boarding ada di tangan?” menjadi bahan bercanda di antara mereka, karena dalam perjalanan waktu, satu per satu dari mereka berpulang, para pasien dihadapkan dalam kondisi berpasrah sekaligus berpengharapan.
Bagi Christo, pengalaman cuci darah menjadi ungkapan syukur, sebagai tanggapan batinnya atas karya keselamatan Allah dalam hidupnya. Setiap kali cuci darah, mata imannya mengarahkan bahwa Allah sendiri yang menggantikan setiap tetes darahnya menjadi darah baru yang mengalir dalam tubuhnya. Rasa syukur inilah yang membangkitkan semangat dan sukacitanya dalam menjalani hari-hari di tengah kesibukannya sebagai seorang staf yang wajib hadir ke kantor.
Bercermin dari Christo, kita belajar walau dalam keadaan tidak nyaman, menakutkan dan membosankan justru menjadikannya sebagai ungkapan syukur. Proses penerimaan diri karena sakit atau terpuruk membutuhkan sikap batin yang berserah dan berpasrah kepada Allah. Marilah kita menepi sejenak, bersyukur dan terus membina relasi yang akrab dengan Sang Pemilik Kehidupan, agar kita dimampukan bersyukur, berserah dan berpasrah dalam keadaan apa pun!
Doa:
Allah Bapa Sang pemilik kehidupan, kami bersyukur atas kasih karunia-Mu. Kesehatan yang baik, juga makan dan minum yang cukup setiap hari. Bantulah kami dengan rahmat-Mu untuk selalu bersyukur meskipun keadaan terkadang kurang nyaman dan tidak memuaskan kami. Berani untuk mengundurkan diri untuk terus membina relasi yang akrab dan solid bersama-Mu. Nama-Mu kami puji kini dan sepanjang masa. Amin.
Komentar
Posting Komentar