(Renungan) Sembuhkanlah Aku Segera!
Sembuhkanlah Aku Segera!
(Rita Clara)
Kalendar Liturgi Kamis, 16 Januari 2025
Bacaan Pertama : Ibr. 3:7-14
Mazmur Tanggapan : Mzm. 95:6-7. 8-9. 10-11
Bacaan Injil : Mrk. 1:40-45
Dalam Injil hari ini, diceritakan tentang seorang penderita sakit kulit yang memohon kepada Yesus untuk disembuhkan. Ia berkata bahwa jika Yesus berkehendak, pasti ia akan menjadi tahir. Yesus yang tergerak oleh belas kasihan, menyentuhnya dan menyatakan kehendak-Nya untuk menahirkan, sehingga orang itu sembuh seketika.
Pada zaman itu, penderita sakit kulit dipandang sebagai sosok yang najis dan penuh dosa. Mereka diasingkan dari masyarakat, hidup tanpa harapan, dan mengalami penderitaan fisik serta mental akibat diskriminasi yang mereka terima. Mereka dianggap tidak berharga dan menjalani hidup dalam keterasingan sosial.
Yang menarik dari kisah ini adalah keberanian si penderita sakit kulit mendekat kepada Yesus dengan iman yang begitu besar. Ia berkata, "Kalau Engkau mau, Engkau dapat menahirkan aku." Sebuah perwujudan iman yang menyerahkan keputusan kepada kehendak Tuhan, harapan sejati akan kehidupan baru.
Pengalaman ini mengingatkanku pada saat aku sendiri menderita cacar air di usia dewasa. Malam-malamku diisi dengan perjuangan melawan rasa gatal yang luar biasa, hingga sulit tidur. Bahkan, memakai pakaian saja terasa menyakitkan karena lenting-lenting di kulitku mudah pecah. Selain penderitaan fisik, aku juga merasakan kelelahan emosional karena harus mengisolasi diri agar tidak menulari orang lain. Aku pun khawatir, akankah luka-luka ini meninggalkan bekas di tubuhku? Semua itu membuat pengalaman ini menjadi salah satu masa terberat dalam hidupku.
Setiap hari aku memohon kesembuhan, berharap segera bebas dari kondisi ‘pengasingan’ yang begitu menyiksa. Aku tidak sanggup berkata, "Kalau Engkau mau, Tuhan, sembuhkanlah aku." Yang ada hanyalah desakan bahwa aku harus sembuh, dan segera! Tidak ada ruang untuk menyerahkan keputusan itu kepada Tuhan.
Aku sembuh setelah 10 hari menjalani isolasi. Namun, pengalaman ini menyadarkanku bahwa imanku tidak sedalam iman si penderita sakit kulit yang menyerahkan keputusannya kepada kehendak Tuhan. Ia percaya sepenuhnya pada belas kasih Tuhan, sementara aku hanya berfokus pada keinginan pribadi untuk sembuh segera.
Sudahkah kita memiliki iman yang berserah sepenuhnya kepada Tuhan?
Doa:
Allah Bapa yang penuh kasih, ampunilah aku karena seringkali aku hanya mengikuti kehendakku sendiri. Limpahkanlah rahmat-Mu agar aku dapat dengan sepenuh hati menyerahkan hidupku kepada-Mu, yang telah mengaruniakan Putera-Mu yang tunggal demi keselamatanku. Amin.
(Rita Clara)
Seorang penderita sakit kulit yang menajiskan datang kepada Yesus, dan sambil bersujud di hadapan-Nya ia memohon bantuan-Nya, katanya, "Kalau Engkau mau, Engkau dapat menahirkan aku." Lalu tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan. Ia mengulurkan tangan-Nya, menyentuh orang itu dan berkata kepadanya, "Aku mau, jadilah tahir."
(Mrk. 1:40-41)
Kalendar Liturgi Kamis, 16 Januari 2025
Bacaan Pertama : Ibr. 3:7-14
Mazmur Tanggapan : Mzm. 95:6-7. 8-9. 10-11
Bacaan Injil : Mrk. 1:40-45
Dalam Injil hari ini, diceritakan tentang seorang penderita sakit kulit yang memohon kepada Yesus untuk disembuhkan. Ia berkata bahwa jika Yesus berkehendak, pasti ia akan menjadi tahir. Yesus yang tergerak oleh belas kasihan, menyentuhnya dan menyatakan kehendak-Nya untuk menahirkan, sehingga orang itu sembuh seketika.
Pada zaman itu, penderita sakit kulit dipandang sebagai sosok yang najis dan penuh dosa. Mereka diasingkan dari masyarakat, hidup tanpa harapan, dan mengalami penderitaan fisik serta mental akibat diskriminasi yang mereka terima. Mereka dianggap tidak berharga dan menjalani hidup dalam keterasingan sosial.
Yang menarik dari kisah ini adalah keberanian si penderita sakit kulit mendekat kepada Yesus dengan iman yang begitu besar. Ia berkata, "Kalau Engkau mau, Engkau dapat menahirkan aku." Sebuah perwujudan iman yang menyerahkan keputusan kepada kehendak Tuhan, harapan sejati akan kehidupan baru.
Pengalaman ini mengingatkanku pada saat aku sendiri menderita cacar air di usia dewasa. Malam-malamku diisi dengan perjuangan melawan rasa gatal yang luar biasa, hingga sulit tidur. Bahkan, memakai pakaian saja terasa menyakitkan karena lenting-lenting di kulitku mudah pecah. Selain penderitaan fisik, aku juga merasakan kelelahan emosional karena harus mengisolasi diri agar tidak menulari orang lain. Aku pun khawatir, akankah luka-luka ini meninggalkan bekas di tubuhku? Semua itu membuat pengalaman ini menjadi salah satu masa terberat dalam hidupku.
Setiap hari aku memohon kesembuhan, berharap segera bebas dari kondisi ‘pengasingan’ yang begitu menyiksa. Aku tidak sanggup berkata, "Kalau Engkau mau, Tuhan, sembuhkanlah aku." Yang ada hanyalah desakan bahwa aku harus sembuh, dan segera! Tidak ada ruang untuk menyerahkan keputusan itu kepada Tuhan.
Aku sembuh setelah 10 hari menjalani isolasi. Namun, pengalaman ini menyadarkanku bahwa imanku tidak sedalam iman si penderita sakit kulit yang menyerahkan keputusannya kepada kehendak Tuhan. Ia percaya sepenuhnya pada belas kasih Tuhan, sementara aku hanya berfokus pada keinginan pribadi untuk sembuh segera.
Sudahkah kita memiliki iman yang berserah sepenuhnya kepada Tuhan?
Doa:
Allah Bapa yang penuh kasih, ampunilah aku karena seringkali aku hanya mengikuti kehendakku sendiri. Limpahkanlah rahmat-Mu agar aku dapat dengan sepenuh hati menyerahkan hidupku kepada-Mu, yang telah mengaruniakan Putera-Mu yang tunggal demi keselamatanku. Amin.
Komentar
Posting Komentar