(Renungan) GARAM

GARAM
(Fidensius Gunawan)



Hendaklah kamu selalu mempunyai garam dalam dirimu dan
 selalu hidup berdamai yang seorang dengan yang lain.
(Mrk. 9:50b)



Kalender Liturgi Kamis, 24 Februari 2022
Bacaan Pertama : Yak. 5:1-6
Mazmur Tanggapan: Mzm. 49:14-15ab.15cd-16.17-18.19-20
Bacaan Injil : Mrk. 9:41-50


Ngeri membayangkan kata-kata keras Yesus dalam perikop Injil hari ini. Jika tanganmu menyesatkan engkau, penggallah. Jika kakimu menyesatkan engkau, penggallah. Jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah. Mirip dengan hukum di agama lain. Bedanya Yesus memerintahkan ini, bukan sebagai suatu hukum, tapi sebagai kontrol diri. Kita sendiri yang memenggal dan mencungkil. 

Kabar gembiranya, Yesus tidak menyatakan perintah ini secara tersurat. Yang Yesus kehendaki adalah kita dapat melepaskan diri segala kelekatan. Bila kita seorang temperamental, sehingga tangan ini suka main tempeleng. Maka berusaha dan berlatihlah mengontrol emosi. Atau kita tergolong suka iri melihat orang lain sukses, sehingga mata ini berubah menjadi mata duitan. Maka tumbuhkanlah selalu rasa syukur atas apa yang Tuhan telah berikan. Berbahagialah dengan apa yang ada, bukan berharap bahagia akan apa yang tidak ada.

Seseorang yang mampu melepaskan diri dari kelekatan, maka ia mempunyai nilai-nilai berharga dalam batinnya. Nilai-nilai ini laksana garam. Seperti harapan Yesus, hendaknya kamu selalu mempunyai garam dalam dirimu. Garam berfungsi memberi rasa asin yang nikmat pada makanan. Demikian pula bila kita memiliki garam, maka kehadiran kita akan membuat orang-orang sekitar merasakan aura positif dan rasa damai penuh sukacita.

Kisah St Ignatius Loyola dapat  menjadi contoh. Pada awal pertobatannya, ia sungguh benci akan tubuhnya yang berlumur dosa. Ia melakukan tapa dan puasa yang berat. Ia menyiksa dirinya sebagai penyesalan akan dosa-dosa masa lalunya. Namun satu saat ia mendapat pencerahan. Tuhan tidak menghendaki laku tapa dan segala penyiksaan diri. Tuhan mengarahkan Ignatius melalui Latihan Rohani. Setelah itu Ignatius berubah menjadi seorang yang sungguh memiliki garam. Begitu banyak teman-temannya yang merasakan garam ini. Mereka kemudian sepakat melayani dan patuh pada Gereja sebagai wujud nyata melayani Tuhan. Lima ratus tahun telah berlalu, namun hingga kini garam  dari Ignatius masih terus memberi rasa melalui karya para Jesuit dan para awam Ignatian. 
Sudahkah kita berusaha memelihara garam dalam diri kita?


Doa:

Tuhan Yesus yang baik, Engkau menghendaki agar kami memiliki garam dalam diri kami. Bantulah agar kami senantiasa memelihara garam yang telah Kau berikan. Ami


Komentar

Postingan populer dari blog ini

(Renungan) Api Penyucian

(Renungan) Si Sulung yang Hilang