(Renungan) Hidup Kekal dan Murka Allah

Hidup yang Kekal dan Murka Allah
(Yohanna Fransisca Tjen Nonie)



"Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya. 
(Yoh 3:36)



Bacaan Liturgi Kamis, 28 April 2022
Bacaan Pertama : Kis. 5:27-33
Mazmur Tanggapan : Mzm. 34: 2.9.17-18.19-20
Bacaan Injil : Yoh. 3:31-36


Saya mau bercerita mengenai seorang teman. Ia adalah baptisan baru, mengalami kesulitan karena perusahaannya disabotase oleh anaknya sendiri, sehingga mengalami  kerugian yang sangat parah. Dalam pergumulannya, ia mendatangi saya untuk minta saran. Saya arahkan dia untuk bertahan dalam imannya yang masih seumur jagung. Ia bertahan dalam kepercayaan kepada Tuhan, rajin ikut misa harian dan misa Minggu, tekun berdoa, dan berbuat kasih kepada sesama dengan beramal dan berbagi. Setelah enam bulan, ia kembali kepada saya dan bersaksi, bahwa Tuhan Yesus Kristus itu dahsyat kuasa dan pertolongan-Nya. Perusahaannya perlahan bangkit kembali. 

Kisah di atas menjadi bukti jelas, yang percaya kepada-Nya akan memperoleh hidup yang berkenan kepada Allah dan bersifat kekal. Jangan kita ragu dan bimbang dalam kepercayaan kepada Allah. Sebaliknya bila kita memilih percaya pada orang pintar, orang yang pandai berkotbah, atau pada mereka yang menjanjikan hal-hal mudah duniawi, maka kita akan mendapatkan murka Allah.

Dalam ayat emas di atas,  Yohanes Pembaptis menyatakan ada dua  pilihan bagaimana kita menanggapi kehadiran Allah dalam diri Yesus, yaitu "percaya" atau "tidak taat". Akibatnya juga ada dua: “hidup yang kekal” atau “memperoleh murka Allah”. Menurut Yohanes, tidak ada pilihan netral antara percaya dan tidak taat.  

Percaya kepada Allah adalah wujud iman, tanggapan atas kasih Allah. Bila iman kita penuh maka akan bertahan sampai akhir. Tidak terpengaruh kondisi emosional maupun keadaan.

Tepatnya satu tahun yang lalu, saya mengalami kepedihan yang begitu dalam karena berpulangnya anak saya yang kedua ke pangkuan Bapa. Emosi saya begitu tidak stabil, saya perlu waktu selama tiga bulan untuk dapat melepaskan dan memahami makna kehilangan ini. Dalam waktu tiga bulan itu, saya bertekun dalam doa, percaya kepada-Nya dan teguh iman. Walau demikian, perasaan jiwa seorang ibu, berpisah selamanya dengan anak yang terkasih, saya mengalami "keterpurukan". Saya bersyukur, berkat iman yang bertahan, saya mengalami Allah telah menghibur dan menyelamatkan saya.


Doa:

Allah Bapa yang bertahta di dalam sorga, peliharalah iman kami, untuk percaya dan penuh pengharapan kepada-Mu melalui Tuhan kami Yesus Kristus, Putra-Mu yang tunggal sampai akhir hayat kami. Amin.

EROLEH HIDUP KEKAL (BAGIAN-2) – Renungan Harian Katolik



Komentar

Postingan populer dari blog ini

(Renungan) Api Penyucian

(Renungan) Si Sulung yang Hilang