(Renungan) Berakit-rakit ke Hulu, Berenang-renang ke Tepian

Berakit-rakit ke Hulu, Berenang-renang ke Tepian 
(Celestinus Hudianto)


 
"Seorang perempuan berduka cita pada saat ia melahirkan, tetapi sesudah ia melahirkan anaknya, ia tidak ingat lagi akan  penderitaannya, karena kegembiraan bahwa seorang manusia telah dilahirkan kedunia” 
(Yoh. 16: 21)



Kalender Liturgi Jumat, 27 Mei 2022
Bacaan Pertama: Kis. 18: 9 - 18. 
Mazmur Tanggapan : Mzm. 47: 4-5, 6-7. 
Bacaan Injil :Yoh. 16:20-23a 


Yesus menyampaikan wejangan. Dan inilah wejangan kedua seperti yang kita dengarkan bersama tadi: dukacita mendahului kemenangan. 

Penginjil Yohanes menyampaikannya dalam perumpamaan. Kisahnya adalah kodrat perempuan yang melahirkan anak. Kisah yang disampaikan pula oleh penulis kitab Kejadian. Firman-Nya kepada perempuan itu: “susah payahmu waktu mengandung akan Kubuat sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu” (Kej 3:16). Akan tetapi perempuan juga akan mengalami sukacita setelah sakit bersalin; ia akan terhibur akan kelahiran seorang anak (bdk. Yer 20:15). 

Demikianlah pula dengan para murid Yesus, mereka akan mengalami dukacita seperti sakit bersalin untuk meraih sukacita hidup. Dukacita dan penderitaan itu akan diawali dan dialami oleh Yesus sendiri untuk meraih sukacita, kehidupan surgawi. 

Iya, Yesus sendiri akan mengalami sengsara, derita hebat, wafat di kayu salib. Itulah dukacita kehidupan yang amat mendalam. Akan tetapi, dukacita itu tidaklah menetap, sebab Yesus bangkit dari alam maut. Pada hari ketiga, Yesus dibangkitkan. Yesus menang, hidup-Nya mulia selamanya. Sukacita abadi diraih. 

Warta Kitab Suci itu mengingatkan saya akan peribahasa: berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ketepian, bersakit dahulu, bersenang kemudian. Bila orang berani menderita terlebih dahulu, kegembiraan pun akan digapai.  

Iya, begitulah hidup saya tatkala memilih menjadi PNS. Sejak dini saya sadar akan standar gaji pemerintah yang takkan mencukupi kebutuhan hidup minimal di Jakarta. Hidup menderita saya tekati. Hidup menumpang di rumah saudara sesungguhnya tidak mengenakkan hati. Saya lakoni untuk makan sekadarnya, ke kantor pun berjalan kaki sejauh 8 KM pulang-pergi. Lalu, seiring perjalanan waktu, gaji mulai merangkak naik seiring kenaikan golongan dan jabatan. Semuanya seakan terbayar saat tiba waktunya purna bakti menerima pensiunan seumur hidup… Sukacita dan kegembiraan. 


Doa :
 
Ya Tuhan Yesus, benarlah sabda-Mu, jika aku rela memanggul salib kehidupan, maka sukacitalah yang Kauberikan. Dukacita berganti dengan sukacita. Aku mohon baharuilah hidup melalui sikap rendah hati dan pertobatan untuk meraih kemuliaan kekal. Amin. 

https://cdn.shopify.com/s/files/1/1457/1636/files/D1E6D167-C5BB-4D13-933F-7148274EA383.jpeg?v=1566941116



Komentar

Postingan populer dari blog ini

(Renungan) Api Penyucian

(Renungan) Si Sulung yang Hilang