(Renungan) Bagai Petir di Siang Bolong

Bagai Petir Di Siang Bolong
(Carla Claresta)



Hizkia menerima surat itu dari tangan para utusan, lalu membacanya; 
kemudian pergilah ia ke rumah TUHAN dan membentangkan surat itu di hadapan TUHAN.
(2 Raj. 19:14)



Kalender Liturgi Selasa, 21 Juni 2022
PW S. Aloisius Gonzaga, Biarawan
Bacaan  Pertama :  2 Raj. 19:9b-11.14-21.31-35a.36
Mazmur Tanggapan : Mzm. 48:2-3a.3b-4.10-11
Bacaan Injil :  Mat. 7:6.12-14


Siang itu, aku dalam perjalanan pulang dengan bus Damri, setelah menyelesaikan trip Baduy selama 2 hari 1 malam. Aku masih  lelah namun senang membayangkan berhasil jalan kaki “tracking” Baduy Dalam – Cibolager yang hampir 4 jam itu. Beberapa saat kemudian, aku membaca pesan-pesan WA yang selama 2 hari belum dibaca.  Di kampung Baduy Dalam memang tidak diperkenankan  menggunakan handphone.  Lagipula aku enggan menggunakan perangkat tersebut, mengingat medan tracking yang menantang.

Terkejut, bingung, bertanya-tanya campur menjadi satu, saat membaca satu pesan yang isinya menuduh aku mempunyai “affair” dengan suaminya. Bahkan aku dituduh menerima sejumlah uang dollar. Sebuah tuduhan yang sangat tidak pernah aku perkirakan akan kualami dalam hidupku. Sejumlah pertanyaan berputar-putar dalam pikiran, mencari di mana letak salah sikapku, apa yang telah aku lakukan hingga tuduhan itu terjadi. 

Kuceritakan tuduhan tersebut kepada suami. Setelah hati serta pikiran tenang, kami memutuskan menjawab tuduhan tersebut cukup melalui pesan singkat tanpa memenuhi keinginan orang tersebut untuk bertatap muka. Bertemu dengan pasutri yang sedang bermasalah bukan merupakan hal yang tepat. Aku sangat percaya dan menyerahkan segala perkara pada penyelenggaraan Roh Kudus.

Saat itu Yerusalem sudah dikepung oleh Sanherib, raja Asyur. Hizkia berada dalam posisi tertekan. Ia menerima surat dari raja Asyur, yang isinya  merendahkan Allah yang disembahnya. 

Setelah membaca surat tersebut, Hizkia membawanya ke rumah Tuhan lalu dibentangkan dihadapan-Nya. Ia berdoa, menyerahkan segala perkara kepada Tuhan dan percaya Allah akan menyelesaikan segala perkara yang dihadapi. Allah telah berjanji akan membebaskan umat-Nya dari tangan musuh mereka. Terbukti Malaikat Tuhan datang membunuh seratus delapan puluh lima ribu tentara Asyur. Sanherib pulang lalu tinggal di Niniwe hingga ia mati dibunuh anak-anaknya sendiri. Allah menghancurkan kesombongan mereka.

Bisakah kita seperti Hizkia? Dalam keadaan tertekan dengan setumpuk masalah dan “diserang” orang dengan ancaman, hinaan, fitnah namun tidak membalas.  Melainkan membawa segala perkara kepada Tuhan dengan segala kerendahan hati dan selalu mengandalkan-Nya.


Doa:

Allah, Engkaulah benteng dan perisaiku, kuingin selalu berada dalam bait-Mu karena kasih setia-Mu tidak berkesudahan dan tidak pernah berubah. Amin.

http://media.sabda.org/ilustrasi/dsmedia/kitab/12_2raja/12_2Ra_19_01.jpg

Komentar

Postingan populer dari blog ini

(Renungan) Api Penyucian

(Renungan) Si Sulung yang Hilang