(Renungan) Jangan Sembunyikan Diri dengan Kepalsuan

Jangan Sembunyikan Diri dengan Kepalsuan 
(Gregorius Suyanto Utomo)



Kata Filipus kepadanya: "Mari dan lihatlah!" Yesus melihat Natanael datang kepada-Nya, lalu berkata tentang dia: "Lihat, inilah seorang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya! 
(Yoh. 1 : 47)



Kalender Liturgi Kamis, 29 September 2022
Pesta S. Mikael, Gabriel, Rafael, Malaikat Agung
Bacaan Pertama : Dan. 7 : 9-10, 13-14
Mazmur Tanggapan : Mzm. 138 : 1-2a, 2bc-3, 4-5
Bacaan Injil : Yoh. 1 : 47-51


Pada suatu hari di bulan puasa Ramadhan tahun 1985, ada seorang teman saya yang Katolik, makan bersama saya di mess perusahaan tempat kami bekerja. Pada saat itu juga ada seorang teman muslim yang sedang makan bersama kami dengan alasan tersendiri. Teman muslim itu bertanya kepada teman saya yang Katolik tadi: ”Gak puasa?”, karena mungkin disangkanya teman tersebut muslim juga.  Jawaban yang diberikan adalah: ”Lagi nggak nih”. 

Dalam benak saya, kalau  ditanya, maka saya akan menjawab bahwa saya memang tidak berpuasa. Jika ditanya kenapa, saya akan jelaskan bahwa saya Kristen. 

Dari peristiwa di atas, dan dari penampilan kawan tersebut yang jarang menampilkan diri sebagai orang Katolik, saya melihat bahwa kawan ini menyembunyikan identitasnya. Mungkin alasannya adalah supaya pergaulannya lebih diterima di masyarakat yang memang mayoritas muslim. Padahal fakta yang saya alami, dengan menunjukkan bahwa saya seorang Kristen Katolik, mereka yang muslim di situ sangat bersahabat dengan saya, bahkan sangat akrab. 

Kepalsuan yang kita sandang, walau kelihatan damai dalam jangka pendek, faktanya bisa saja tidak menguntungkan dalam jangka panjang. Sementara dengan tanpa kepalsuan kita mungkin dalam jangka pendek terlihat tidak mulus, namun jangka panjang kita sedang mempertahankan kebenaran. Tuhan Yesus mengajarkan bahwa kebenaranlah yang harus ditegakkan.   

Seringkali seseorang baru berani menampilkan diri tanpa kepalsuan bila orang itu telah memiliki iman, kepercayaan kepada kuasa Tuhan, terlebih bila mendapatkan curahan Roh Kudus. Para Rasul pun baru berani mengajar setelah turunnya Roh Kudus atas mereka pada hari Pentakosta. Seseorang akan tumbuh imannya dan kepercayaannya kepada Tuhan, salah satunya bisa didapat dari pengalaman iman. Misalnya mengalami kesembuhan dari suatu penyakit setelah berdoa kepada Tuhan, atau mengalami suatu masalah besar yang tak kunjung teratasi, namun terselesaikan setelah dirasakan adanya campur tangan Tuhan. Atau mengalami bukti  kuasa Tuhan seperti yang dialami Natanael, di mana Tuhan telah mengetahui keberadaannya di bawah pohon Ara sebelum dia bertemu Tuhan. 


Doa : 

Ya Tuhan, Engkau sungguh baik, bebaskanlah kami dari belenggu ketakutan yang membuat kami menampilkan kepalsuan pada diri kami. Berilah kami keberanian dan tambahan iman agar kami berani menampilkan diri kami yang sebenarnya tanpa rasa takut. Amin.

https://lh5.googleusercontent.com/p392JEJQCjG172k4WE010exfj_5UcnDf0Ea514Dh8z-Joprr9H0Oto2_9PBpxhVCL8clGlgmg5C0boHqgN2dzV5YViZLHHMaUEJXSkMTRWwuXDGuIIWF48ArCBd1QmuhpABTx_bLWjlDZ9iq9sw5IZNS6_Ujml5EwKHd6ez1wAoaUW0wN9Zw0-LzAQ

https://majalahmekar.komsospadang.com/wp-content/uploads/2021/09/WhatsApp-Image-2021-09-28-at-08.55.44-1.jpeg



Komentar

Postingan populer dari blog ini

(Renungan) Api Penyucian

(Renungan) Si Sulung yang Hilang