(Renungan) Ekspektasiku, Ragiku

Ekspektasiku, Ragiku
(Elysa Hardiyanto)



Lalu Yesus memperingatkan mereka, katanya : “Berjaga-jagalah dan awaslah terhadap ragi orang Farisi dan ragi Herodes.”
(Mrk. 8 : 15)
 


Kalender Liturgi Selasa, 14 February 2023
Bacaan Pertama : Kej. 6 : 5-8, 7 : 1-5, 10
Mazmur Tanggapan : Mzm. 29 : 1a, 2, 3ac-4, 3b, 9b-10
Bacaan Injil : Mrk. 8 : 14-21


Vinh Giang, seorang public speaker keturunan Asia yang terkenal dengan workshop communication skill. Dalam suatu wawancara dia mengemukakan masalah terbesar dalam pola asuh orang tua Asia adalah ekspektasi yang dibebankan kepada anak-anaknya. 

Giang memberi contoh temannya yang menempuh pendidikan tujuh tahun untuk menjadi dokter dan setelah mendapatkan ijazah ia menyerahkannya kepada ayahnya dan berkata “Ini pah, ijazah yang kamu inginkan” dan ia melanjutkan pendidikannya pada bidang musik yang selalu diinginkannya. 

Giang menambahkan hal tersebut biasa terjadi karena orang tua telah bekerja keras melewati kemiskinan menjadi berkecukupan, bahkan lebih. Di balik itu ada ketakutan bahwa anak-anaknya akan mengalami kemunduran dalam kehidupannya sehingga menjadi penyebab orang tua “buta” pada talenta yang dimiliki anak-anaknya.

Ekspektasi juga dapat menjadi ragi dalam kehidupan kita dan membuat kita gagal paham atas siapa yang ada di hadapan kita, anak, orang tua, pasangan, teman, dan lainnya. Memiliki harapan kebaikan atas seseorang yang kita kasihi tentu baik, tapi menjadi salah ketika itu membuat kita tidak bisa mengenali pribadinya seutuhnya, alih-alih mengasihi yang ada hanya tuntutan-tuntutan. 

Orang- orang Yahudi menganggap proses fermentasi yang disebabkan oleh ragi adalah semacam pengrusakan. Untuk alasan ini, ragi dikeluarkan dari rumah- rumah mereka sepanjang masa Paskah. Hukum Taurat melarang memasukkan ragi di dalam persembahan yang dibuat untuk bait Allah. Di sini Kristus menggunakan kata ‘ragi’ dalam perumpamaan dari prinsip kerusakan moral. Masyarakat dan murid-murid lebih melihat Yesus semata-mata hanyalah seorang pembuat mukjizat dan memiliki potensi untuk menjadi raja dunia, ragi Herodes adalah semangat keduniawian, yang dikuasai dengan kesenangan dan ambisi politik, ragi dari Farisi adalah kepura-puraan (hyprocrisy), mereka secara berlebihan memperhatikan hal- hal lahiriah dalam agama tetapi mengabaikan hal- hal rohani yang mendasar yang lebih penting. 

Apakah ragi itu ada dalam diri kita? Tanpa sadar kita tidak mengenali pribadi-pribadi yang kita kasihi, kecewa dan ketakutan “akankah kita masih mampu mencintainya sebagaimana adanya ia dan bukan seperti ekspektasi kita?“ Apakah kita takut untuk mengakui bahwa ragiku menuntut perubahan pada diri terlebih dahulu?


Doa :

Ya Tuhanku Yesus, bantulah aku mengungkapkan gambaran-gambaran ekspektasi Allah yang salah pada diriku dan bantu aku mengenal-Mu lebih dalam sehingga aku mengenal sesama-sesamaku juga lebih baik, ajari kami saling mencintai seperti Engkau mencintai kami, seperti Allah mencintai umat-Nya. Amin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

(Renungan) Api Penyucian

(Renungan) Si Sulung yang Hilang