(Renungan) Yesus Gembalaku yang Baik

Yesus Gembalaku yang Baik
(Thomas Hari Hartanto)



Akulah gembala yang baik. Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku.
(Yoh. 10 : 14-15)



Kalender Liturgi Senin, 1 Mei 2023
Bacaan Pertama : Kis. 11 : 1-18
Mazmur Tanggapan : Mzm. 42 : 2-3, 43:3.4
Bacaan Injil :  Yoh. 10 : 11-18


Ciri-ciri gembala yang baik antara lain membawa domba-dombanya ke padang rumput, menuntunnya ke sumber air atau sungai dan melindungi domba-dombanya dari bahaya. Ia tidak pernah menyiksa domba yang nakal dan menyimpang dari rombongannya, melainkan mencarinya sampai ditemukannya kembali domba itu.

Ketika pertama kali aku mengenal Yesus, aku masih duduk di kelas tiga Sekolah Dasar. Pada waktu itu aku dititipkan di rumah paman di kota lain yang adalah keluarga Katolik. Di situlah aku pertama kali melihat salib. Saudara misanku mengatakan bahwa itulah Tuhan Yesus, dan kita harus berdoa kepada-Nya. Aku tidak memahaminya, tetapi ketika mengalami kesedihan karena harus jauh dari orang tua, aku berdoa begini: ”Kalau Engkau benar-benar Tuhan, hilangkan kesedihan dari dalam hatiku.” Itulah awal mula aku mengenal Yesus dan berelasi dengan-Nya.
         
Keluarga itu memiliki tradisi yang kuat dalam hidup menggereja. Pada waktu itu liturginya masih Tridentin yang menggunakan Bahasa Latin. Aku tidak mengerti, sehingga hanya memperhatikan gerak gerik para pelayan Ekaristi tersebut. Setiap kali ikut misa, aku duduk sebentar, kemudian keluar bermain di halaman gereja sampai saatnya misa selesai lalu pulang ke rumah.
         
Kemudian saya melanjutkan pendidikan di sekolah Katolik, bahkan kuliah di universitas yang dikelola oleh para imam Yesuit. Namun tidak sedikit pun aku ingin dibaptis. Jadilah aku berkeliaran ke pelbagai macam spiritualitas yang menawarkan berbagai cara untuk ”selamat dan bahagia”.
         
Pada akhirnya aku dibaptis secara Katolik, setelah 20 tahun sejak aku mengenal Tuhan Yesus dan 36 tahun kemudian, barulah aku benar2 menjadi “jinak” dihadapan-Nya. Tuhan itu panjang sabar dan besar kasih setia-Nya. Selama 56 tahun Ia menunggu sampai aku mau mendengar dan mengenali suara-Nya. Sering aku berpikir, bahkan untuk melatih seekor anjing agar menjadi jinak dan taat, kurasa tak memerlukan waktu sampai selama itu.
         
 
Doa:
 
Ya Tuhan, jangan biarkan aku menjauh dari-Mu. Aku percaya, hanya dekat dengan-Mu ada damai yang sejati. Engkaulah perlindungan yang kokoh bagiku dari segala bahaya dan kejahatan. Amin.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

(Renungan) Api Penyucian

(Renungan) Si Sulung yang Hilang