(Renungan) Marah yang Membunuh

Marah yang Membunuh
(Dewi Mulyati S)


“Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada 
hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga”
(Mat 5:20)


Kalender Liturgi Kamis, 15 Juni 2023
Bacaan Pertama : 2 Kor. 3 : 15-4: 1, 3-6
Mazmur Tanggapan : Mzm. 85 : 9ab-10, 11-12, 13-14
Bacaan Injil : Mat. 5 : 20-26


Pada jaman-Nya, Yesus pasti dinilai kontroversial karena mensyaratkan para murid untuk beragama lebih benar dari ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi jika mau masuk Kerajaan Surga. Mereka pasti merasa tidak semampu ahli-ahli Taurat dan orang Farisi soal hukum Taurat.  Namun maksud Yesus adalah agar para murid lebih unggul bukan secara kuantitas yaitu tahu tentang apa itu hukum Taurat, tetapi bisa unggul dalam hal kualitas, artinya memahami makna hukum Taurat dengan lebih baik.

Tuhan Yesus mencontohkan pentingnya ‘makna’ dalam hukum Taurat. Ia menyandingkan salah satu aturan dalam Taurat yaitu “siapa yang membunuh harus dihukum” dengan sabda-Nya “setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum”. Yesus menyejajarkan “membunuh” dengan “marah”, karena keduanya layak dihukum.
 
Marah adalah situasi keseharian dan naluriah. Namun marah tanpa alasan, atau mengamuk dengan maksud menyakiti hati, sama seperti membunuh. Tidak dengan pedang tetapi dengan lidah. Akibat kemarahan yang disertai kebencian, penghinaan, dan luapan dendam mempunyai dampak seperti kena tikam atau pembunuhan dalam hati yang bisa menghantam kehidupan saudara kita. Yesus mengilustrasikan umpatan keji kepada sesama seperti “kafir” dan “jalil” juga pantas diganjar hukuman, bahkan masuk neraka.

Mengingat dampak kemarahan bisa sedemikian dalam, Yesus mengingatkan untuk selalu menyelesaikan ganjalan friksi dengan saudara kita, terutama sebelum beribadat. Kita selayaknya menghadap Allah dengan hati yang tulus dan bersih.

Saya pernah re-posting video tentang negara Israel di halaman Facebook saya, karena menampilkan perspektif yang menarik. Tanpa saya duga, seorang teman lewat kolom komentar menuangkan kemarahannya karena isi video tersebut tidak disukainya. Sebelum saya sempat membuat klarifikasi, ternyata banyak teman-teman lain menanggapi kemarahan teman tersebut, ada yang pro dan kontra. Saya merasa bersalah telah menyulut percekcokan virtual di antara mereka, sehingga postingan saya hapus, dan saya telepon teman-teman yang tersinggung, juga teman-teman yang membela saya. Saya meminta maaf karena telah membuat ketidaknyamanan. Saya memilih mengalahkan ego saya untuk berekspresi di media sosial demi kedamaian antar teman. 


Doa :

Ya Tuhan, terima kasih Engkau telah membukakan hati kami, bahwa kami seharusnya memilih rasa kasih demi menebarkan kedamaian. Semoga kami selalu bisa memberikan persembahan hati tulus, bersih, dan penuh kasih kepada-Mu. Amin.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

(Renungan) Api Penyucian

(Renungan) Si Sulung yang Hilang