(Renungan) Mengasihi Tuhan Melalui Mengasihi Sesama

Mengasihi Tuhan Melalui Mengasihi Sesama
(M. Maria Novita)


"Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?"
(Mat 22 : 36)


Kalender Liturgi Jumat, 25 Agustus 2023
Bacaan Pertama : Rut. 1 : 1, 3-6, 14b-16, 22
Mazmur Tanggapan : Mzm. 146 : 5-6, 7, 8-9a, 9bc-10
Bacaan Injil : Mat. 22 : 34-40


Kasih itu tak ternilai, meneguhkan keyakinanku bahwa Allah Bapa adalah kasih di tengah pelbagai peristiwa kehidupan. Teorinya menanggapi kasih Allah Bapa dengan mengembalikan kasih-Nya melalui mengasihi sesama, termasuk mengasihi orang tua dan orang lanjut usia (lansia). Yang menjadi "pekerjaan" paling sulit adalah bagaimana bisa mengasihi mereka dengan tulus tanpa beban, tanpa banyak berdosa?
 
Suatu sore adikku bercerita, ketika paman kembali berkunjung sambil membawa  bakpao lagi, dia menyapa paman "Paman, lain kali tidak perlu repot-repot, datang saja sudah menyenangkan semua."  
"Aku bawa bakpao ini bukan untukmu, tapi untuk ciciku!" jawab paman dalam canda khasnya. 

Ketika paman diminta membawa pulang sebagian, ternyata malah menyulut perdebatan yang berujung teguran dari ibu mertua adikku karena menganggapnya kurang sopan. Sementara adikku semakin emosi karena merasa transparansinya terjegal kemunafikan. Sebab bakpao-bakpao tersebut akan bernasib seperti sebelumnya, yaitu dibagi-bagikan kepada tetangga karena seisi rumah tidak ada yang suka. 

Ungkapan perasaan, suka tidak suka, baik secara langsung maupun tidak langsung, memang bisa berakibat positif dan negatif. Kita tetap perlu memiliki cara untuk mengekspresikan perasaan dengan segala resikonya, termasuk sekaligus mengungkapkan siapa diri kita sendiri. Inilah juga cara kita mengasihi Tuhan, sesama dan mengasihi diri sendiri. 

Dibutuhkan perspektif tersendiri yang perlu ditanamkan dalam hati, dihidupi dalam jiwa, diperdalam dengan akal budi dalam mengasihi mereka. Misalnya berusaha mengembangkan rasa iba, berempati dan selalu berusaha memperbaiki relasi. Berdoa selalu agar dimampukan untuk terus belajar menerima diri sebagai anak, menantu dan sesama. Bukan terpaku pada sikap merasa menjadi korban dalam melayani keterbatasan-keterbatasan mereka.
 
Terkadang kehilangan kendali atas perasaan bingung, tak sanggup melayani dan menyikapi mereka, memunculkan spontanitas kemarahan, kejengkelan, bentakan, sampai tidak mau peduli. Ketika terlanjur melukai, baru menyadari dosa pun telah terjadi. 

Roma 7:19 kujadikan alarm diri "Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat"

Sudahkah aku menempatkan  perspektif yang benar dalam mengasihi mereka? 


Doa:

Tuhan Yesus, terima kasih dan puji syukur kehadirat-Mu, karena kasih-Mu juga, masih ada kesempatan bagiku untuk melayani dan mengasihi sesamaku. Mampukan aku selalu mengandalkan Engkau terlebih di saat kelemahan-kelemahanku lebih menguasaiku daripada kasih-Mu yang begitu luas dan murah itu sendiri. Amin.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgAL4fQJ9hrR3UFvYwrEIGJs9DMAH0lx_0nDWzgPOUPbDCK82I4IEB_JEzR8mwMU7mYaWxY2xn2Btt8VwoXdjVibdUuzexefOZ_Eh6xg-WLMQ9z9Q7WI3CzwLBCTO3P3HlyGmp8_fjd0sFW/s1600/kasihilah+Tuhan+dan+sesama+%25281%2529.jpg
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

(Renungan) Api Penyucian

(Renungan) Si Sulung yang Hilang