(Renungan) Rabi atau Saudara (Bro/Sis)

Rabi atau Saudara (Bro/Sis)
(Taruna Lala)


”Tetapi kamu, janganlah kamu disebut Rabi ; karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara.” 
(Mat. 23 : 8)


Kalender Liturgi Sabtu, 26 Agustus 2023
Bacaan Pertama : Rut. 2 : 1-3, 8-11, 4:13-17
Mazmur Tangggapan : Mzm. 128 : 1-5
Bacaan Injil : Mat. 23 : 1-12


Bagi orang Yahudi, "Rabi" merupakan sebutan kebanggaan dan posisi terhormat. Rabi di sini merujuk kepada seorang yang agung, besar, terkemuka dalam pengetahuan terutama mengenai Allah dan kadang disebut sebagai Rabuni (guru).  

Dalam tradisi Yahudi, yang menjadi Rabi umumnya adalah ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Mereka memiliki wewenang untuk mengajar dan menafsirkan kitab Taurat seperti yang diajarkan oleh Musa sehingga mereka dikatakan telah menduduki kursi Musa. Karena itu Yesus mengajak orang banyak dan murid-murid-Nya untuk menuruti dan melakukan segala sesuatu yang diajarkan oleh ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Namun Yesus meminta agar tidak mengikuti perbuatan mereka, karena walau mengajarkan sesuatu yang baik dan meletakkannya ke atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya atau tidak melakukannya. Semua pekerjaannya dilakukan agar dilihat orang, duduk di tempat terhormat dalam perjamuan, di tempat terdepan di rumah ibadat, menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi.

Yesus mengajak agar tidak menyebut atau merasa diri sebagai Rabi yang identik dengan kesombongan dan kemunafikan seperti orang Farisi dan ahli Taurat. Yang dicela Yesus adalah perbuatan orangnya, bukanlah jabatannya. Bagi Yesus semua orang adalah saudara.
Perlu kehendak kuat dan introspeksi diri untuk menghindari kecenderungan ingin menjadi Rabi yang pertama, terpandang, pusat perhatian dan di atas orang lain. Saya pun yang termasuk ingin disebut Rabi. Banyak keuntungan yang didapat dengan menjadi Rabi di mana kata-katanya selalu dihormati dan dianggap benar. Sehingga ketika ada yang menjadi lebih terpandang, rasa iri dan marah timbul, lebih-lebih bila bukan dari komunitas yang sama.

Karena itu, sukar bagi banyak orang termasuk saya menyebut orang lain bro/sis (saudara) karena kecenderungan ingin disebut Rabi. Dengan rahmat Tuhan, akhirnya saya dapat melakukannya dan tetap berjuang untuk konsisten melakukannya. Salah satunya dengan mengikuti komunitas yang menyebut orang lain sebagai bro/sis.

Bagaimana dengan anda? Semoga dapat memandang diri sejajar dengan orang lain dan memandang orang lain sebagai saudara - bro/sis.


Doa :

Bapa, seringkali saya ingin menjadi paling tinggi, kuat, sukses, didengar dan di atas orang-orang lain. Namun saya tidak sering mendapatkannya sehingga berpaling dari-Mu. Namun Engkau tetap mau menarik saya kepada-Mu, melalui kata-kata dalam Kitab Suci, bacaan, perkataan dan perbuatan orang bahkan kejadian-kejadian. Terima kasih atas hal itu. Tolonglah saya tidak mengeraskan hati agar dapat bertobat dan kembali kepada-Mu dengan pengantaran Kristus, Tuhan kami yang bersama Bapa dan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, kini dan sepanjang masa. Amin.




https://th.bing.com/th/id/OIP.Z6u_2PFzhv8Muf6nh1fDaQHaD3?w=325&h=180&c=7&r=0&o=5&dpr=1.3&pid=1.7


Komentar

Postingan populer dari blog ini

(Renungan) Api Penyucian

(Renungan) Si Sulung yang Hilang