(Renungan) Bahaya Kompromi!

Bahaya Kompromi!
(Fellicia Fenny)


"Pada waktu korban petang bangkitlah aku dan berhenti menyiksa diriku, lalu aku berlutut dengan pakaianku dan jubahku yang koyak-koyak sambil menadahkan tanganku kepada TUHAN, Allahku" 
(Ezra 9 : 5)


Kalender Liturgi Rabu, 27 September 2023
Bacaan Pertama : Ezr 9 : 5-9
Mazmur Tanggapan : Mzm. 13 : 2, 3-4a, 4bcd, 5, 8
Bacaan Injil : Luk. 9 : 1-6


Ezra adalah seorang imam dan mahir dalam Taurat Musa. Dia juga taat dan setia kepada Allah Israel. Ezra selain mengajar juga melakukan ketetapan dan hukum Taurat kepada bangsa Israel. 

Saat Ezra berada di Babel, perkawinan campur marak. Orang-orang Israel lemah dalam berkomitmen pada iman Yahwe. Mereka berpaling dari iman dan mengikuti kepercayaan-kepercayaan pasangannya. Jatuhlah mereka ke dalam dosa karena menduakan Allah dan akibatnya mereka dibuang ke Babel. 

Pepatah mengatakan pergaulan yang buruk merusak kebiasaan yang baik. Ya, tepat sekali! Membiarkan pergaulan dengan para penyembah berhala berarti membiarkan adanya kompromi di berbagai bidang yang pada akhirnya melemahkan komitmen. Ini bahaya!!

Kelemahan dalam komitmen ini menyebabkan mereka tidak setia kepada Allah Israel. Bagaimana mungkin mereka dua kali jatuh kedalam kesalahan sama? Nabi Ezra sungguh prihatin. Dia menyiksa diri dan mengoyakkan jubahnya sebagai tanda berduka. Kemudian dia berdoa memohon belas kasihan Tuhan bagi bangsanya.

Dalam suatu percakapan ringan seorang remaja bertanya kepada romo. "Mengapa orang Katolik harus menikah dengan orang seiman?"

Romo menjawab, "Bukan keharusan, tetapi dianjurkan menikah dengan orang seiman, karena dalam perkawinan sangat banyak masalah dan persoalan yang akan dihadapi. Dengan menikah seiman paling tidak mengurangi mengeluarkan banyak energi karena perbedaan prinsip." Anak remaja itu diam termangu berusaha mencerna perkataan romo. 

Kawin campur masih banyak dilakukan oleh pengikut Kristus sampai saat ini. Bukan tidak mungkin pada akhirnya banyak dari antara mereka tidak bertumbuh dalam iman yang benar akan Kristus atau bahkan beralih iman dengan alasan demi menjaga keharmonisan keluarga.

Bagaimana reaksi saya saat melihat orang beralih iman? Menghakimikah? Menegurkah? Atau mengingatkan sambil mencela? 

Sudahkah saya menjadi teladan  'iman yang sejati' dalam kehidupan saya sehari-hari? 
Kita dapat meneladani nabi Ezra, tidak banyak berkata-kata selain berdoa dengan penuh keprihatinan, ketulusan dan belas kasih, bagi mereka yang menyimpang dari iman akan Kristus. Karena percaya penuh akan kasih karunia Allah yang tidak pernah meninggalkan umat-Nya.

Terkadang doa adalah satu-satunya cara yang paling ampuh, saat kata-kata tampaknya sudah tidak memiliki makna.


Doa : 

Tuhan Yesus ampuni kami yang seringkali masih belum menjadi pelaku firman yang sejati. Ubah kami menjadi pribadi yang semakin menyerupai Engkau sehingga tidak menjadi batu sandungan tetapi dapat menjadi teladan iman bagi keluarga dan orang di sekitar kami. Amin.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

(Renungan) Api Penyucian

(Renungan) Si Sulung yang Hilang