(Renungan) Harga Sebuah Janji, Masih Adakah?

Harga Sebuah Janji, Masih Adakah?
(H. Haryanto Tanudjaja)

Ia berbicara tentang Anak itu kepada semua orang yang menantikan pembebasan untuk Yerusalem. 
(Luk. 2:38b)

Kalender Liturgi Sabtu, 30 Desember 2023
Bacaan Pertama : 1Yoh. 2:12-17
Mazmur Tanggapan : Mzm.  96:7-8a, 8b-9, 10
Bacaan Injil : Luk. 2:36-40

Hana, nabiah berusia amat lanjut yang senantiasa berpuasa dan berdoa, tanpa pernah meninggalkan Bait Allah. Karenanya Tuhan berkenan memberinya hikmat bernubuat tentang pembebasan Yerusalem saat Bayi Yesus dipersembahkan di Bait Allah. Hana memberitakan Mesias yang telah datang ke dunia. Itulah pemenuhan janji Allah yang selalu setia bagi mereka yang percaya dan menantikan-Nya.

Masih adakah janji berharga pada zaman ini? Nampaknya orang mudah berjanji, tetapi mudah juga mengingkarinya sehingga muncul istilah PHP (pemberi harapan palsu) dan omdo (omong doang). 

Aku teringat kisah Maria Conceicao, anak seorang gelandangan demensia. Masa kecilnya akrab dengan kemiskinan ketika diadopsi Cristina, seorang ibu pengungsi Angola, petugas kebersihan dengan beban tanggungan 6 anak. Singkat cerita, kehidupan berubah setelah Maria menjadi pramugari bermasa depan cerah.

Namun, saat berusia 27 tahun, Maria tergugah melihat anak-anak Bangladesh hidup di bawah garis kemiskinan tanpa harapan. Pada tahun 2005 Maria berjanji untuk membebaskan mereka dari jerat kemiskinan. Maria menjual segala miliknya dan meninggalkan karir pramugarinya hanya untuk menolong orang asing yang tidak dikenal sebelumnya. Berbekal inspirasi pengalaman dikasihi ibu angkatnya, sekalipun sulit, sakit, apalagi bukan atlit, Maria berhasil menjelajahi Kutub Utara, puncak Mt. Everest, berlari marathon dengan 6 Guiness Book Records; semuanya dilakukan demi hadiah uang yang dapat menghidupi dan menyekolahkan 600 anak sampai mereka mandiri. 

Melaksanakan janji adalah kesempatan terpenting untuk menghormati diri pribadi dan membangun rasa percaya diri. Jika hal ini dilaksanakan, Allah berjanji untuk meluruskan jalan kita, menuntun kita menuju sasaran yang ditetapkan-Nya bagi kehidupan kita, menyingkirkan semua halangan dan memampukan kita melakukan pilihan benar (Ams. 11:5; Yes. 45:13) seperti yang dialami Maria.

Melalui sebuah janji, Maria bertranformasi dari hanya mengurusi diri sendiri hingga menjadi saluran berkat dan limpahan anugerah untuk si miskin. Janjinya dihayati sebagai jati dirinya. 
Bagaimana dengan kita, sudahkah kita menghargai janji-janji kita dengan sepenuh hati, terutama dalam pelayanan yang merupakan kesempatan dan sarana untuk hidup selaras dengan kehendak-Nya?

Doa:

Tuhan Yesus, Engkau telah memampukan banyak orang biasa dengan keterbatasan fisik maupun finansial dapat menjadi saluran berkat dan demi kemuliaan Nama-Mu. Bantulah kami dengan Rahmat-Mu agar kami dapat memenuhi janji melayani dan menolong sesama yang terpinggirkan sehingga mengalami sukacita dan damai sejahtera. Amin.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

(Renungan) Api Penyucian

(Renungan) Si Sulung yang Hilang