(Renungan) Menerima dengan Rendah Hati

Menerima dengan Rendah Hati
(Julius Saviordi)

Kata Maria: "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu." Lalu malaikat itu meninggalkan dia.
(Luk. 1:38)

Kalender Liturgi Rabu, 20 Desember 2023
Bacaan Pertama : Yes. 7:10-14
Mazmur Tanggapan : Mzm. 24:1-2, 3-4ab, 5-6
Bacaan Injil : Luk. 1:26-38

Bacaan Injil hari ini menceritakan tentang pemberitahuan kelahiran Yesus oleh Malaikat Gabriel kepada Perawan Maria. Ada tiga reaksi Maria yang tertulis dalam perikop tersebut. Pertama: Maria terkejut. Terkejut mendapat salam dari malaikat yang tiba-tiba masuk ke rumahnya. Kedua: Maria bertanya. Menanyakan lebih detail tentang nubuat yang disampaikan oleh Malaikat Gabriel. Ketiga: Maria menerima. Dengan kerendahan hatinya, Maria menerima segala rancangan Tuhan.

Keteladanan Maria sepertinya sederhana. Mestinya kita bisa meneladaninya dalam menghadapi peristiwa di dalam hidup. Tetapi belum tentu mudah bagi kita untuk menjalaninya. Setidaknya, saya pernah mengalami kesulitan ketika pertama kali mengetahui bahwa anak sulung saya buta warna.

Waktu itu anak saya sudah SMP. Untuk tugas prakarya di sekolah, dia disuruh menyiapkan kain flanel warna-warni. Istri saya membelikannya 12 kain dengan warna berbeda. Di rumah, segera anak saya memeriksa kain-kain itu. “Koq, ini sama warnanya?” katanya sambil menunjukkan dua buah kain. Saya terkejut. Karena dia menunjukkan kain hijau dan coklat muda.

Saya langsung mengira bahwa anak saya buta warna. Saya buka komputer dan minta dia mengikuti tes buta warna online. Terbukti anak saya buta warna. Saya shock. Sejak saat itu saya mencari informasi tentang buta warna. Ternyata anak saya mendapat gen buta warna dari istri saya. Setiap anak lelaki dari perempuan di garis keturunan keluarganya berpotensi untuk buta warna.

Saya sedih berminggu-minggu mengetahui anak saya buta warna. Saya memikirkan masa depannya. Mungkin dia akan kesulitan dalam mendaftar kuliah karena beberapa fakultas di perguruan tinggi mensyaratkan tidak boleh buta warna.

Lambat laun saya mulai bisa menerima kondisi ini. Saya sedih, namun anak saya tidak, karena dia sudah menjalani hidupnya yang buta warna selama belasan tahun tanpa masalah berarti. Puji Tuhan, sekarang anak saya sudah lulus kuliah dan bekerja. Tuhan memberkatinya walaupun buta warna.

Semoga kita selalu dimampukan Tuhan untuk meneladani Bunda-Nya yang dengan rendah hati menerima segala peristiwa di dalam hidupnya.

Doa:

Bunda Maria, terima kasih atas keteladananmu. Doakanlah kami agar mampu menerima segala peristiwa di dalam hidup kami dengan iman yang berserah kepada Yesus Puteramu. Amin.

https://th.bing.com/th/id/R.ddd5369f44ac0a6b579647fbd55cc89e?rik=Jxm3oH2QbsXgRA&riu=http%3a%2f%2fstatic.bnr.bg%2fgallery%2fdd%2fddd5369f44ac0a6b579647fbd55cc89e.jpg&ehk=6GYEm7V%2fsMq%2bEBrjoK3er1x0dNE48W8AWZY511pHvyI%3d&risl=&pid=ImgRaw&r=0


Komentar

Postingan populer dari blog ini

(Renungan) Api Penyucian

(Renungan) Si Sulung yang Hilang