(Renungan) Siapa yang Terbesar

Siapa yang Terbesar
(Titus Sj)


 “Lalu Yesus duduk dan memanggil kedua belas murid itu. Kata-Nya kepada mereka, “Jika seseorang ingin menjadi yang pertama, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya.”
(Mrk. 9:35)


Kalender Liturgi Selasa, 21 Mei 2024 
Bacaan Pertama : Yak. 4:1-10
Mazmur Tanggapan :  Mzm. 55:7-11a. 23
Bacaan Injil : Mrk. 9:30-37


Yesus memberitahu murid-murid-Nya bahwa Ia akan diserahkan, dibunuh dan tiga hari setelahnya Ia akan bangkit. Anak Manusia diserahkan Allah ke dalam kekuasaan manusia untuk membawa keselamatan. Murid-murid tidak  mengerti perkataan tersebut, namun mereka enggan bertanya. Malahan mereka sibuk dengan pikirannya sendiri.

Murid-murid bertengkar soal ranking, tempat terdepan, terhormat, posisi kekuasaan. Mereka juga beradu mulut siapa yang terbesar di antara mereka. Itulah sifat manusia. Sibuk memikirkan kekuasaan dan penghormatan diri sendiri.

Pertengkaran mereka tentang ranking terjadi di tengah jalan, sementara Yesus sedang  berjalan menuju tempat penderitaan dan kematian-Nya. Tajam, kontras, antara hasrat murid-murid dan tugas yang sedang dijalankan Yesus. Yesus mengajak mereka mencari ranking dalam hal menjadi pelayan yang paling dina. Hamba yang melayani adalah orang yang terbesar, murid yang mengambil tempat terakhir, dialah yang paling terkemuka.  Ajakan Yesus dipertegas dengan dua kali menyampaikan kata “dari semuanya”.

Yesus memberi contoh yang mengharukan dengan memeluk seorang anak kecil. Ini menjadi gambaran bagaimana menjadi yang terakhir dan pelayan dari semua. Seorang anak kecil umumnya kurang diperhitungkan, kurang dihargai. Yesus menyatakan bahwa menyambut anak kecil sama dengan menyambut Yesus sendiri, bahkan menyambut Allah. Hal ini menunjukkan kasih nyata kepada orang kecil yang tidak berdaya.

Lalu bagaimana kita, yang hidup saat ini? Aku tergetar dengan pesan yang disampaikan Paus Fransiskus. Beliau sering menyampaikan “Divine Mercy”, belas kasihan Allah Yang Maharahim. 

Belas Kasih Allah yang tidak terbatas membawaku pada kesimpulan bahwa penderitaan dan kematian adalah jalan untuk sampai kepada kebangkitan. Aku sering mempunyai hasrat lain daripada menanggung penderitaan bersama Tuhan. Aku lebih suka menjadi “orang”, pembesar yang boleh mengatur yang lain, meskipun tidak mengakui hasrat itu bila ditanya. Aku perlu merombak diri secara total. Kalau aku mau seperti judul renungan ini, maka aku harus lebih berbelas kasihan kepada yang  lemah, kecil, miskin, terpinggirkan, difabel. Ini juga seturut yang selalu disampaikan oleh Bapa Uskup  Ignasius Kardinal Suharyo menjadi gereja yang melayani.


Doa :

Bapa Surgawi mohon ampuni aku. Aku sering tidak tahu, untuk mau menjadi orang terkemuka, aku harusnya melakukan apa yang tampak bertolak belakang dengan hasrat itu, yaitu menjadi orang kecil yang melayani kebutuhan semua saudara, khususnya mereka yang tidak terpandang. Termasuk semangat pengorbanan melayani kebutuhan orang kecil. Amin.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

(Renungan) Api Penyucian

(Renungan) Si Sulung yang Hilang