(Renungan) Taat pada Cita-Cita Allah

Taat pada Cita-Cita Allah
(FD. Henny Dwi Widyasari)


Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikanlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu.
(Mrk. 10:6-8)


Kalender Liturgi Jumat, 24 Mei 2024
Bacaan Pertama : Yak. 5:9-12
Mazmur Tanggapan : Mzm. 103:1-2. 3-4. 8-9. 11-12 
Bacaan Injil : Mrk. 10:1-12


Renungan Injil hari ini membuat aku harus menulis ulang materi renungan yang sudah aku persiapkan sebelumnya dengan semangat, karena aku merasa mendapatkan sesuatu yang baru. Tapi tidak mudah menyamakan persepsi. Maka ketika memulai kembali menulis ulang, aku mendapatkan banyak masukan dan ajakan bagiku untuk taat, seperti yang kudapatkan di dalam bacaan Injil hari ini, akan sikap Yesus, ketika Ia menjawab pertanyaan orang Farisi yang mencobai Dia.

Yesus tidak menentang hukum Taurat (ayat 4, bdk. Ul 24:1-4) tentang perceraian, yang artinya Yesus amat paham ayat itu dan juga peranan hukum Taurat bagi bangsa Israel. Aku membaca ada ajakan Yesus untuk taat (lih. ay. 5) “Justru karena ketegaran hatimulah maka Musa menuliskan perintah ini untuk kamu.” Kemudian dilanjutkan Yesus menyampaikan cita-cita Allah (ay. 6-8) "Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikanlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu.“

Dari pengalamanku, segala sesuatu kadang lebih mudah dijalani bilamana mengambil sikap taat, karena membutuhkan energi yang jauh lebih besar untuk mengambil sikap oposisi.  Namun, sebagai manusia, benar adanya bahwa ketaatan akan lebih mudah dilakukan bilamana ada peraturan tertulisnya, jadi bisa dibaca ulang lalu diresapi, seperti manual book. Mungkin inilah yang Musa lakukan untuk seluruh orang Israel (Ul 1:1) ketika menuliskan hukum Taurat. Demikian juga aku refleksikan di dalam hidup pernikahanku. Kalau aku tidak ingat janji nikah dan meresapi hukum Kanonik, mentaati apa yang menjadi cita-cita Allah seperti yang kubaca dalam Injil hari ini ayat ke 6-8; sepertinya tidak ada hari ini di mana aku penuh sukacita bangun pagi ditemani suami, lalu sibuk mempersiapkan keperluannya. Merasa dibutuhkan dan dikasihi yang membuat aku begitu sukacita juga mentaati suamiku.  Maka benarlah bagiku bahwa buah ketaatan adalah rasa syukur yang menghadirkan sukacita.


Doa:

Tuhan, terima kasih hari ini telah kembali ingatkanku bahwa Engkau Allah yang benar dan Roh Kudus yang kau utus memberikan pemahaman yang kuperlukan dalam menjalani hidupku. Aku mau berdoa untuk imanku agar kiranya dapat terus bertumbuh dan teguh sesuai dengan kehendak-Mu sehingga aku dapat memperoleh kebijaksanaan untuk taat yang datang dari pada-Mu untuk menjalani hidupku. Kiranya belas kasihan-Mu, Tuhan Yesus, selalu besertaku, keluargaku dan semua orang yang kami kasihi. Amin.
 


https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRouHeimhwbd1QdyRpLRf4mW1Ra_zErIrOtgw&s

Komentar

Postingan populer dari blog ini

(Renungan) Api Penyucian

(Renungan) Si Sulung yang Hilang