(Renungan) Mendengarkan Sepenuh Hati, Harga Mati

Mendengarkan Sepenuh Hati, Harga Mati
(Lyli Herijanto)


“Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!”
(Mat. 13:9)


Kalender Liturgi Rabu, 24 Juli 2024
Bacaan Pertama : Yer. 1: 1. 4-10
Mazmur Tanggapan : 71:1-2. 3-4a. 5-6ab. 15ab. 17 
Bacaan Injil: Mat. 13: 1–9 


Setiap Selasa malam, saya membantu dalam penyelenggaraan webinar spiritualitas Ignatian. Dalam webinar itu, banyak peserta yang mendengarkan dan menyimak dengan sungguh. Namun ada juga yang mengikuti sambil melakukan kegiatan lain. Ada pula yang asyik dengan pikirannya sendiri. Tingkah para peserta yang tidak mendengarkan dengan baik mengakibatkan mereka gagal paham dengan apa yang diajarkan oleh narasumbernya. Peristiwa tersebut menandaskan bahwa “mendengarkan” merupakan hal yang utama dan krusial agar pengajaran dapat dipahami dengan baik. 

Peristiwa di atas, menginspirasi kita bagaimana seharusnya mendengarkan Sabda Tuhan. Untuk hal ini, Yesus menyampaikan dengan keras, yakni: “Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!” Yesus menegaskan bagi siapa saja yang bertelinga haruslah mendengarkan Sabda Tuhan. Langkah pertama adalah mendengarkan sepenuh hati Sang Sabda, untuk mengetahui dan memahami kehendak Allah, kemudian benih, yaitu sabda, akan tertanam di “tanah hati” yang baik dan akan berbuah. Pendeknya, benih Sabda yang masuk dalam hati akan menghasilkan buah sebanyak ukuran pemahaman masing-masing pendengarnya.

Yesus mengingatkan kepada kita mengapa banyak orang yang mendengar Sabda Tuhan tidak menghasilkan buah. Ini terjadi karena orang yang mendengar Sabda Tuhan tidak menangkapnya dengan hati, tidak membuatnya berakar mendalam, sehingga mati pada saat menghadapi kesulitan, dan kecemasan hidup sehari-hari atau karena nafsu serakah akan harta. Benih sabda mati dan tidak menghasilkan iman yang berakar kuat.

Injil hari ini menyadarkan kita untuk menelisik hati: Apakah hidup, pikiran dan hati kita merupakan tanah yang subur; berbatu, atau dihimpit semak duri atau tanah pinggir jalan? Jika termasuk tanah subur, sudahkah berbuah limpah? Tuhan sudah menabur benih baik. Kini saatnya berbenah diri supaya Sabda Tuhan tidak lewat begitu saja, namun harus tertanam dalam pikiran dan menitis dalam hati. Sehingga benih Sabda yang ditabur tercermin dalam laku dan hidup keseharian kita 

Marilah membentuk diri menjadi tanah yang subur, berbuah limpah dan dapat dinikmati banyak orang!


Doa: 

Tuhan, bukalah telinga hati kami untuk mendengarkan Sabda-Mu dan melaksanakan apa yang Engkau kehendaki. Amin.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

(Renungan) Api Penyucian

(Renungan) Si Sulung yang Hilang