(Renungan) Pajak untuk Allah

Pajak untuk Allah
(Hiyanto Mulia)


Lalu kata Yesus kepada mereka, 
“Berikanlah milik kaisar kepada kaisar dan milik Allah kepada Allah.”
(Mat. 22:21)


Kalender Liturgi Sabtu, 17 Agustus 2024
Bacaan Pertama : Sir.10: 1-8
Mazmur Tanggapan : Mzm. 101:1a. 2ac. 3a. 6-7
Bacaan Kedua : 1Ptr. 2:13-17
Bacaan Injil : Mat. 22:15-21


Setiap negara pada umumnya menetapkan kewajiban bagi warganya untuk membayar pajak. Sejarah mencatat pajak telah hadir sejak awal peradaban manusia. Pungutan pajak dalam bentuk yang lebih modern dilakukan oleh bangsa Romawi kuno. Saat itu pungutan pajak sudah dalam bentuk uang tunai. 

Banyak dari kita, merasa tidak nyaman ketika harus membayar pajak. Jerih payah kita seakan diambil begitu saja. Kita hanya bisa berharap, nantinya akan digunakan untuk mendanai proyek pemerintah dan kesejahteraan rakyat. Bukan untuk menggendutkan orang-orang tertentu. Di kalangan pimpinan Yahudi, jelas ada keengganan untuk membayar pajak kepada Kaisar Romawi yang dianggap sebagai penjajah. Namun, mereka takut menyatakannya secara terus-terang. 

Dikisahkan bahwa kaum Farisi dan Herodian yang memiliki kepentingan yang sama untuk menjatuhkan Yesus, bermaksud menjebak Yesus. Mereka bertanya, apakah diperbolehkan membayar pajak pada kaisar atau tidak (ay.17). Pertanyaan ini tidak fair. Jika Yesus mengatakan “ya”, maka Ia akan dianggap berpihak pada Romawi. Sebaliknya kalau Yesus menjawab “tidak”, maka mereka akan menyalahkan Yesus, karena menentang Romawi. Di luar perkiraan mereka Yesus menberi jawaban cerdas.

Jawab Yesus: “Berikanlah milik kaisar kepada kaisar dan milik Allah kepada Allah” (ay. 21). Banyak orang memahami perkataan Yesus ini sebagai persetujuannya untuk membayar pajak dan menghormati para pemimpin pemerintahan. Memang tidak ada yang salah dari sudut pandang ini, tetapi kita tidak boleh mengabaikan bagian kedua dari perkataan Yesus.

Yesus juga berkata kita juga harus memberi kepada Allah apa yang menjadi milik Allah. Apakah ini berarti kita juga harus membayar pajak pada Allah? Ya, kita harus ingat bahwa kita bukan warga di dunia ini, tapi warga Kerajaan Surga (lihat Flp.3:20-21). Sebagai warga yang baik kita harus berkontribusi pada surga. Kita membayar pajak tapi dengan cara menaati hukum-hukum Allah dan mempersembahkan apa yang menjadi milik Allah, yaitu jiwa dan hidup kita.

Mari kita renungkan, apakah kita menjalani hidup sebagai persembahan yang berkenan kepada Allah dengan menghindari gaya hidup yang berdosa!


Doa: 

Ya Yesus, Engkau adalah Tuhan dan Juru Selamat kami. Bimbinglah kami ya Tuhan, untuk bijak dalam bersikap dan bertindak, sehingga kami dapat terus mempersembahkan hidup kami, pekerjaan dan usaha kami sehari-hari untuk kemuliaan-Mu. Amin.
 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

(Renungan) Api Penyucian

(Renungan) Si Sulung yang Hilang