(Renungan) Dengan Cara Mana Kita Menjadi Keluarga Tuhan yang Benar
Dengan Cara Mana Kita Menjadi Keluarga Tuhan yang Benar
(Titus Sj)
Kalender Liturgi Selasa, 24 September 2024
Bacaan Pertama : Ams. 21:1-6. 10-13
Mazmur Tanggapan : Mzm. 119:1. 27. 30. 34. 35. 44
Bacaan Injil : Luk. 8:19-21
Bacaan Injil hari ini pendek saja, hanya tiga ayat. Untuk mengawalinya saya menawarkan dua pertanyaan refleksi. Pertama: Apa bedanya antara keluarga Yesus secara lahiriah dan keluarga dalam kerajaan Allah? Kedua: Dengan cara bagaimana kita menjadi keluarga kerajaan Allah?
Dalam Luk. 8:19-21 (pararel dengan Mat.12:46-50 dan Mrk.3:31-35), di Injil tersebut, ibu dan saudara-saudara Yesus disebut sebagai orang yang berdiri di luar. "Ibu-Mu dan saudara-saudara-Mu ada di luar dan ingin bertemu Engkau" (Luk. 8:20). Apakah hal tersebut menggambarkan ibu Yesus dan saudara-saudara-Nya sebagai orang yang tidak mau mendengarkan Firman? Apakah mereka juga digambarkan sebagaimana orang Yahudi umumnya? Tidaklah demikian. Banyak kisah dalam Injil Lukas yang menggambarkan kesetiaan Maria sebagai murid dan ibu Tuhan. Misalnya kisah perubahan air menjadi anggur di dalam pernikahan di Kana.
Lukas mengajak kita mengembangkan arti dan makna persaudaraan. Saudara bukan sekadar ada ikatan darah atau saudara kandung, tetapi universal. Saudara mestinya tidak di kotak-kotakkan atas dasar warna kulit atau keyakinan.
Yesus mengatakan, "Ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku ialah mereka, yang mendengarkan firman Allah dan melakukannya." (ay. 21). Penekanannya, pendengar firman Allah adalah yang terdekat dengan Yesus. Menarik ketika Yesus memakai istilah "ibu dan saudara" dalam menggambarkan kedekatan. Sejak terlahir ke dunia, kita akrab dengan kelembutan ibu dan keakraban bersama saudara. Artinya, keluarga inti adalah bagian terpenting, tak terlupakan, dan yang selalu ada bersama kita. Demikianlah Tuhan akan mengakui kita sebagai anggota keluarga inti jika mau mendengar dan melakukan firman-Nya. Saudara dan keluarga bukan hanya mereka yang sedarah saja melainkan mereka yang memiliki sikap dan perilaku seperti Yesus. Yakni menyambut Kerajaan Allah dengan melakukan kehendak Bapa.
Apa isi persisnya kehendak Bapa itu? Banyak, tetapi tuntutannya yang radikal menjadi jelas ketika Yesus di Getsemani berdoa: “Ya Abba, ya Bapa … jangan apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki.”
Mari kita menjadi pendengar sekaligus pelaksana sabda Tuhan! Kita perluas cakrawala kita tentang saudara, hingga pantas disebut saudara Yesus.
Doa:
(Titus Sj)
“Ibu-Mu dan saudara-saudara-Mu ada di luar dan ingin bertemu Engkau.”
(Luk. 8:20)
Kalender Liturgi Selasa, 24 September 2024
Bacaan Pertama : Ams. 21:1-6. 10-13
Mazmur Tanggapan : Mzm. 119:1. 27. 30. 34. 35. 44
Bacaan Injil : Luk. 8:19-21
Bacaan Injil hari ini pendek saja, hanya tiga ayat. Untuk mengawalinya saya menawarkan dua pertanyaan refleksi. Pertama: Apa bedanya antara keluarga Yesus secara lahiriah dan keluarga dalam kerajaan Allah? Kedua: Dengan cara bagaimana kita menjadi keluarga kerajaan Allah?
Dalam Luk. 8:19-21 (pararel dengan Mat.12:46-50 dan Mrk.3:31-35), di Injil tersebut, ibu dan saudara-saudara Yesus disebut sebagai orang yang berdiri di luar. "Ibu-Mu dan saudara-saudara-Mu ada di luar dan ingin bertemu Engkau" (Luk. 8:20). Apakah hal tersebut menggambarkan ibu Yesus dan saudara-saudara-Nya sebagai orang yang tidak mau mendengarkan Firman? Apakah mereka juga digambarkan sebagaimana orang Yahudi umumnya? Tidaklah demikian. Banyak kisah dalam Injil Lukas yang menggambarkan kesetiaan Maria sebagai murid dan ibu Tuhan. Misalnya kisah perubahan air menjadi anggur di dalam pernikahan di Kana.
Lukas mengajak kita mengembangkan arti dan makna persaudaraan. Saudara bukan sekadar ada ikatan darah atau saudara kandung, tetapi universal. Saudara mestinya tidak di kotak-kotakkan atas dasar warna kulit atau keyakinan.
Yesus mengatakan, "Ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku ialah mereka, yang mendengarkan firman Allah dan melakukannya." (ay. 21). Penekanannya, pendengar firman Allah adalah yang terdekat dengan Yesus. Menarik ketika Yesus memakai istilah "ibu dan saudara" dalam menggambarkan kedekatan. Sejak terlahir ke dunia, kita akrab dengan kelembutan ibu dan keakraban bersama saudara. Artinya, keluarga inti adalah bagian terpenting, tak terlupakan, dan yang selalu ada bersama kita. Demikianlah Tuhan akan mengakui kita sebagai anggota keluarga inti jika mau mendengar dan melakukan firman-Nya. Saudara dan keluarga bukan hanya mereka yang sedarah saja melainkan mereka yang memiliki sikap dan perilaku seperti Yesus. Yakni menyambut Kerajaan Allah dengan melakukan kehendak Bapa.
Apa isi persisnya kehendak Bapa itu? Banyak, tetapi tuntutannya yang radikal menjadi jelas ketika Yesus di Getsemani berdoa: “Ya Abba, ya Bapa … jangan apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki.”
Mari kita menjadi pendengar sekaligus pelaksana sabda Tuhan! Kita perluas cakrawala kita tentang saudara, hingga pantas disebut saudara Yesus.
Doa:
Ya Bapa Surgawi, Yesus putra-Mu bukanlah milik dari keluarga jasmani-Nya, saudara-saudara-Nya yang lahiriah. Sebaliknya, kamilah saudara-saudari-Nya yang sesungguhnya apabila kami sama seperti Dia, melakukan kehendak Bapa. Kami ini menjadi keluarga-Nya yang baru. Kami memang dapat disebut ibu Yesus, apabila - seperti dikatakan Fransiskus Asisi - kami “melahirkan kembali” Yesus kepada dunia melalui tindakan-tindakan yang bercahaya bagi orang lain. Amin.
Komentar
Posting Komentar