(Renungan) Label

Label 
(Andy W. Wibowo)


Maka berpalinglah Yesus dan sambil memandang murid-murid-Nya Ia memarahi Petrus, kata-Nya: “Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.”
(Mrk. 8:33)


Kalender Liturgi Minggu, 15 September 2024
Bacaan Pertama : Yes. 50:5-9a
Mazmur Tanggapan : Mzm. 116:1-2. 3-4. 5-6. 8-9
Bacaan Kedua : Yak. 2:14-18
Bacaan Injil : Mrk. 8:27-35


Pengajaran dan mukjizat yang dilakukan Yesus dalam pewartaan-Nya membawa ketenaran. Bangsa Yahudi belum pernah melihat atau mendengar pengajaran dan mukjizat yang begitu memukau. Mereka sampai mengira Yesus itu Yohanes Pembaptis, Elia atau seorang dari nabi bangsa Yahudi yang kembali hidup. Mereka gagal paham. 

Para murid yang sehari-harinya hidup bersama Yesus pun gagal paham. Mereka melihat Yesus sebagai Mesias, seseorang yang diurapi untuk menjadi raja. Seorang raja duniawi, yang akan melawan penjajahan Roma, membebaskan bangsa Yahudi, dan mengembalikan kejayaannya kembali seperti masa pemerintahan Raja Daud. 

Gagal paham tentang siapa jati diri Yesus dikarenakan mereka, bangsa Yahudi dan para murid, menilai berdasarkan pandangan atau pikiran mereka sendiri. Bukan berdasarkan pandangan atau pikiran Allah seperti yang disampaikan Yesus dalam pengajaran-Nya. “Kemudian mulailah Yesus mengajarkan kepada mereka, bahwa Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari” (bdk. Mrk. 8:31).

Dalam kehidupan sehari-hari, jika orang bertanya pada kita, “Kamu ini siapa?”. Bisa jadi jawabannya akan bervariasi, bergantung pada di mana kita berada dan kondisi hati kita. Pejabat, orang kecil, pengangguran, karyawan, pengusaha, pensiunan, mahasiswa/i, suami, istri, orang tua, kakek, nenek, anak dan seterusnya. Semuanya berdasarkan pandangan atau pikiran masyarakat atas diri kita. Label-label itu sendiri mungkin tidak salah, tetapi bisa menjadi salah jika kita menaruh hati, harapan dan sukacita kita pada label-label tersebut. Seperti Petrus yang marah pada Yesus ketika gambaran Mesiasnya ternyata berbeda dengan kenyataan.

Perjalanan hidup memberikan identitas atau label atas diri kita. Label itu sendiri sejatinya tidak berarti apa-apa karena sifatnya sementara. Sayangnya kita sering menaruh hati dan sukacita kita pada label-label itu. Seakan-akan sukacita bergantung pada label yang kita dapatkan. Padahal kenyataannya di atas semua label itu, terutama kita harus ingat label kita sesungguhnya sebagai pribadi-pribadi yang sudah ditebus melalui penderitaan dan kebangkitan Yesus. 


Doa :

Allah Bapa Yang Maha Baik dan Bijaksana. Karena begitu besar kasih-Mu atas diri kami, Putra-Mu telah turun menjadi manusia dan kemudian menjadi korban atas dosa-dosa kami. Curahkanlah rahmat-Mu atas kami, agar kami senantiasa ingat akan hal ini sehingga kami dapat bersyukur dan bersukacita atas hidup kami. Bunda Maria, bunda kami semua doakanlah kami selalu. Amin.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

(Renungan) Api Penyucian

(Renungan) Si Sulung yang Hilang