(Renungan) Seperti Anak Kecil, Aku Percaya Penuh
Seperti Anak Kecil, Aku Percaya Penuh
(Dewi Malingkas)
(Dewi Malingkas)
"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.
(Mat. 18:3)
Kalendar Liturgi Selasa, 1 Oktober 2024
Bacaan Pertama : Yes. 66:10-14c
Mazmur Tanggapan : Mzm. 131:1. 2. 3
Bacaan Injil : Mat. 18:1-5
Siapakah yang terbesar di antara mereka? Hal itu dipertentangkan murid-murid Yesus yang melihat Kerajaan Surga secara duniawi, di mana status, kedudukan, kekayaan dan kepandaian menjadi batasan. Padahal konsep Kerajaan Surga justru sebaliknya (bdk. Mrk. 10:43-44). Yesus menyadari akan hal itu, karenanya Dia dengan sengaja memanggil seorang anak kecil dan menempatkanya di tengah-tengah murid-murid-Nya.
Dengan memanggil seorang anak kecil, Yesus mengingatkan murid-murid-Nya, persoalan mereka bukan masalah mana yang terbesar, tetapi masalah masuk ke dalam Kerajaan Surga. Hal ini dapat terjadi bila mereka meninggalkan pandangan yang menganggap diri mereka tinggi. Ketiadaan rasa sombong atas kedudukan, merupakan aspek kehidupan seorang anak.
Anak kecil identik dengan kepolosan, berpikir sederhana, tidak berambisi dan lainnya. Mereka cenderung lebih mudah dinasihati, sangat percaya dan bergantung pada orang tuanya. Sifat dan ciri-ciri seperti inilah yang membuat seseorang layak masuk dalam Kerajaan Surga.
Seorang sahabat bercerita, di awal usai 20 dia sudah “live the dreams” (hidup dalam mimpi) duniawi, tapi penuh keterikatan, dan kemudian harus dibayar mahal, dengan kehilangan semuanya. Pada titik nadir itu, dalam satu kesempatan ia bertemu dengan seseorang yang kemudian menjadi mentor rohaninya, yang mengajaknya untuk mengikuti Persekutuan Doa. Perlahan dia mengalami perjumpaan dengan Tuhan.
Mata dan hatinya terbuka, terutama ketika sang mentor berkata: “You terlalu sombong dan mengandalkan diri sendiri. Di saat-saat seperti ini jadilah “kosong” dan “bodoh” di hadapan Tuhan, seperti anak kecil yang tidak tahu apa-apa dan ikut saja ke mana tangan ayahnya menuntun! Jalin hubungan layaknya seorang anak yang benar-benar manja dan dekat dengan ayahnya. Nurut aja, ga usah sok tau dan kebanyakan mikir!” Itulah titik tolak pertobatannya.
Singkat cerita banyak perubahan dialaminya, juga pemulihan-pemulihan dalam hidupnya. Hingga kini pun, ia tetap aktif terlibat dalam pelayanan-pelayanan, dan tetap menikmati hadirat Tuhan, mengimaninya sebagai anugerah terbesar yang ia rasakan dalam hidupnya.
Di akhir cerita, katanya, “Seperti anak kecil, saya percaya penuh apa pun itu selama merupakan rancangan Bapa, maka itu adalah baik bagiku.”
Saya terdiam dan tertunduk, mampukah aku menjadi seorang anak kecil di mata Tuhan?
Doa:
Doa:
Tuhan, biarlah aku menjadi anak kecil kosong dan bodoh di hadapan-Mu, namun setia mengikuti-Mu, dan tangan-Mu selalu membimbingku. Amin.
Komentar
Posting Komentar