(Renungan) Saat Berpuasa
Saat Berpuasa
(HS. Haryanto Tanudjaja)
Kalender Liturgi Senin, 20 Januari 2025
PF S. Sebastianus, Martir
(HS. Haryanto Tanudjaja)
Akan datang harinya mempelai itu diambil dari mereka,
dan pada hari itulah mereka akan berpuasa.
(Mrk. 2: 20)
Kalender Liturgi Senin, 20 Januari 2025
PF S. Sebastianus, Martir
Bacaan Pertama : Ibr. 5:1-10
Mazmur Tanggapan : Mzm. 110: 1. 2. 3. 4
Bacaan Injil : Mrk. 2:18-22
Beberapa tahun lalu aku berkunjung ke suatu negara, pada saat yang kurang tepat. Siang hari tak ada santapan apa pun karena semua orang sedang berpuasa. Terpaksa tanpa persiapan, harus lama menahan lapar dan haus. Beruntung seorang kenalan membawaku ke lorong kecil, lalu diam-diam naik ke lantai atas ke sebuah restoran Thai yang menyediakan makanan. Cepat-cepat aku menghabiskan makananku sebelum dirazia otoritas yang akan menjatuhkan hukuman berat bila seseorang tertangkap basah sedang makan.
Ribuan tahun lalu orang-orang Farisi dan ahli Taurat mengawasi setiap orang Yahudi. Yang melanggar aturan keagamaan akan diadili. Setelah mengecam keras Yesus yang makan dengan pemungut cukai yang dicap pendosa, mereka menangkap basah murid-murid Yesus tidak ikut berpuasa. Lalu pertanyaan menghakimi dihujamkan kepada Yesus, “Mengapa murid-murid Yohanes dan murid-murid orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?”
Tradisi puasa dilakukan sejak zaman Nabi Musa di Gunung Sinai, dengan tidak makan roti dan minum air (Kel. 34:28). Tujuannya ialah merendahkan diri untuk pendamaian dengan Tuhan atau penebusan dosa sekali setahun (Yom Kippur). Namun, orang Farisi memanipulasi untuk tujuan lahiriah, yaitu berpuasa ekstra dua kali seminggu untuk memamerkan kesalehan pribadi agar dipuja-puji.
Yesus menjawab pertanyaan itu sekaligus meluruskan bahwa tak selamanya para murid tidak berpuasa (Mrk. 2:19-20). Kedekatan dengan Tuhan seharusnya lebih diutamakan daripada berpuasa fisik. Gereja melestarikan tradisi puasa selama masa Prapaskah dengan menekankan pembaharuan rohani terkait dengan pertobatan, doa, dan amal kasih agar kita menjadi lebih seperti Kristus.
Apakah saat kita berpuasa, kita lebih taat pada aturan manusia tetapi sebenarnya masih “jauh” dari Allah? Hari ini kita memperingati Santo Sebastianus, seorang perwira tentara Romawi yang “dekat” dengan Tuhan. Dia menolak mengingkari imannya, bahkan berani mendesak kaisar lalim Diokletianus untuk menghentikan penganiayaan terhadap umat kristiani sekalipun menanggung siksaan berkali-kali sampai mati.
Mari kita berpuasa, tidak hanya pada masa Prapaskah, karena kita ingin bertobat dan menjadi lebih dekat dengan Tuhan!
Doa:
Tuhan Yesus, bimbinglah kami agar tidak mencari pujian palsu manusia saat berpuasa, melainkan mencari sebanyak mungkin kesempatan untuk memperbaharui diri dalam iman dan harapan akan persekutuan yang semakin erat dengan Engkau. Amin.
Mazmur Tanggapan : Mzm. 110: 1. 2. 3. 4
Bacaan Injil : Mrk. 2:18-22
Beberapa tahun lalu aku berkunjung ke suatu negara, pada saat yang kurang tepat. Siang hari tak ada santapan apa pun karena semua orang sedang berpuasa. Terpaksa tanpa persiapan, harus lama menahan lapar dan haus. Beruntung seorang kenalan membawaku ke lorong kecil, lalu diam-diam naik ke lantai atas ke sebuah restoran Thai yang menyediakan makanan. Cepat-cepat aku menghabiskan makananku sebelum dirazia otoritas yang akan menjatuhkan hukuman berat bila seseorang tertangkap basah sedang makan.
Ribuan tahun lalu orang-orang Farisi dan ahli Taurat mengawasi setiap orang Yahudi. Yang melanggar aturan keagamaan akan diadili. Setelah mengecam keras Yesus yang makan dengan pemungut cukai yang dicap pendosa, mereka menangkap basah murid-murid Yesus tidak ikut berpuasa. Lalu pertanyaan menghakimi dihujamkan kepada Yesus, “Mengapa murid-murid Yohanes dan murid-murid orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?”
Tradisi puasa dilakukan sejak zaman Nabi Musa di Gunung Sinai, dengan tidak makan roti dan minum air (Kel. 34:28). Tujuannya ialah merendahkan diri untuk pendamaian dengan Tuhan atau penebusan dosa sekali setahun (Yom Kippur). Namun, orang Farisi memanipulasi untuk tujuan lahiriah, yaitu berpuasa ekstra dua kali seminggu untuk memamerkan kesalehan pribadi agar dipuja-puji.
Yesus menjawab pertanyaan itu sekaligus meluruskan bahwa tak selamanya para murid tidak berpuasa (Mrk. 2:19-20). Kedekatan dengan Tuhan seharusnya lebih diutamakan daripada berpuasa fisik. Gereja melestarikan tradisi puasa selama masa Prapaskah dengan menekankan pembaharuan rohani terkait dengan pertobatan, doa, dan amal kasih agar kita menjadi lebih seperti Kristus.
Apakah saat kita berpuasa, kita lebih taat pada aturan manusia tetapi sebenarnya masih “jauh” dari Allah? Hari ini kita memperingati Santo Sebastianus, seorang perwira tentara Romawi yang “dekat” dengan Tuhan. Dia menolak mengingkari imannya, bahkan berani mendesak kaisar lalim Diokletianus untuk menghentikan penganiayaan terhadap umat kristiani sekalipun menanggung siksaan berkali-kali sampai mati.
Mari kita berpuasa, tidak hanya pada masa Prapaskah, karena kita ingin bertobat dan menjadi lebih dekat dengan Tuhan!
Doa:
Tuhan Yesus, bimbinglah kami agar tidak mencari pujian palsu manusia saat berpuasa, melainkan mencari sebanyak mungkin kesempatan untuk memperbaharui diri dalam iman dan harapan akan persekutuan yang semakin erat dengan Engkau. Amin.
Komentar
Posting Komentar