(Renungan) Apakah Kita adalah Farisi-Farisi Itu?

Apakah Kita adalah Farisi-Farisi Itu?
(Widyawati Taurus)

Orang Farisi itu berdiri dan berdoa tentang dirinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezina, dan bukan juga seperti pemungut cukai ini.

(Luk. 18:11)


Kalender Liturgi Sabtu, 29 Maret 2025 

Bacaan Pertama: Hos. 6:1-6

Mazmur Tanggapan: Mzm. 51:3-4. 18-19. 20-21ab 

Bacaan Injil: Luk. 18:9-14


Kebetulan wilayah saya menjadi Panitia Paskah 2024. Selama Pekan Suci, saya nyaris selalu berada di gereja. Seperti lazimnya Pekan Suci, umat yang menghadiri Misa Kudus banyak sekali, tumpah ruah hingga ke teras dan taman gereja. Bukan hal yang mudah bagi petugas tata tertib (tatib) mengatur tempat duduk umat. Selalu ada umat yang sulit diarahkan. Dari pengamatan saya, umat yang sulit diarahkan bisa dibagi menjadi dua golongan. Golongan pertama adalah umat “Napas”, alias umat yang hanya ke gereja saat Natal dan Paskah. Golongan kedua adalah umat yang aktif di kegiatan gereja, dan karena keaktifannya jadi merasa lebih “berhak” mendapat keistimewaan tertentu.

Injil Lukas hari ini menulis dengan indah sikap hati antara dua golongan. Kedua golongan berdoa jujur sesuai kehidupan yang mereka jalani sehari-hari. Si Farisi menyatakan ia tidak merampok, tidak lalim, tidak berzina. Ia berpuasa dan bersedekah. Doa si Farisi adalah doa deklarasi kesombongan, menyatakan kesalehannya menjalankan hukum Taurat tanpa cacat cela. Doanya tidak memberikan ruang bagi Allah untuk hadir, bahkan Yesus menyebut doanya adalah doa tentang diri sendiri (Luk. 18:11).

Si pemungut cukai jujur menyatakan diri sebagai orang berdosa. Ia berdoa dengan rendah hati, sadar penuh akan kedosaannya. Ia memohon ampunan Tuhan dengan malu. Doanya singkat, namun sikap doanya benar dan ia meletakkan Tuhan sebagai pusat doanya, “Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.” Tuhan pun berkenan dengan doa ini. 

Umat yang aktif di berbagai kegiatan gereja mudah tergoda merasa berjasa, lebih berhak mendapatkan keistimewaan-keistimewaan tertentu. Kita merasa punya jabatan di gereja, lebih paham gereja, lebih kenal pastor sehingga kita enggan diatur oleh orang yang notabene “hanya” petugas tatib. Tidak mau diatur; sebenarnya adalah manifestasi keangkuhan kita.

Semoga bacaan Injil hari ini mampu mengubah hati dan sikap kita, menjadi rendah hati dan menempatkan Allah sebagai pusat doa kita.

Doa:
Ya Tuhan, keberhasilan kerap membuat kami sombong, angkuh dan lupa bahwa Engkaulah sumber dan untuk-Mulah keberhasilan kami. Berikan kami peringatan-Mu agar semua karya kami di dunia ini selalu diiringi kerendahan hati dan hanya untuk kemuliaan-Mu. Amin.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

(Renungan) Upah Mengikuti Yesus

(Renungan) Warisan Berharga bagi Manusia