(Renungan) Hidup Terlalu Singkat untuk Tidak Berbuah

Hidup Terlalu Singkat untuk Tidak Berbuah
(F. Angelina Wiraatmaja)

Jawab-Nya: Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, juga apa yang ada padanya akan diambil.
(Luk. 19:26)

Kalender Liturgi Rabu, 19 November 2025
Bacaan Pertama: 2 Mak. 7:1.20-31
Mazmur Tanggapan: Mzm.17:1.5-6.8b.15
Bacaan Injil: Luk. 19:11-28

Perumpamaan tentang mina mengajak kita menyelami hati Allah yang memercayakan hidup sebagai anugerah, bukan sekadar pemberian. Setiap orang menerima ‘mina’,  mungkin berupa waktu, bakat, kasih, atau kesempatan. Namun, Allah bukan mengukur besar kecilnya hasil, melainkan kesetiaan untuk mengusahakannya.

Allah tidak meminta hasil spektakuler, hanya kemauan untuk menanam. Sebab yang menumbuhkan tetaplah Dia. Manusia ada yang seperti hamba pertama dan kedua dalam perumpamaan, yang berani bertindak; sementara yang ketiga memilih menyimpan karena takut. 

Ketakutan adalah akar dari banyak hidup yang tidak berbuah. Takut gagal, takut ditolak, takut kehilangan. Padahal, Allah tidak menilai hasil akhir, melainkan keberanian untuk berbuat dengan cinta.

Salah satu tempat yang kami kunjungi dalam Ziarah Yubileum adalah tempat disemayamkan jenazah Santo Carlo Acutis, di Sanctuary of the Spogliazione/Spoliation, di Assisi-Italia. Carlo adalah remaja Italia, lahir 3 Mei 1991, wafat pada 12 Oktober 2006, dan diangkat menjadi Santo pada 7 September 2025 oleh Paus Leo XIV. Carlo hidup hanya 15 tahun, tetapi ia menggunakan waktu yang sangat singkat dengan cemerlang. 

Mina yang Tuhan titipkan kepadanya adalah kecerdasan digital. Semasa hidupnya, dengan iman yang luar biasa dan cintanya kepada Yesus dan Bunda Maria, Carlo menjadikan dunia maya sebagai ladang evangelisasi. Ia membuat situs dokumentasi mukjizat Ekaristi di seluruh dunia (www.miracolieucaristici.org), dengan satu niat sederhana: agar lebih banyak orang sadar bahwa Yesus sungguh hadir dalam Sakramen Maha Kudus.

Ia hidup seperti remaja biasa; bersekolah, bermain game, dan menolong teman. Namun, setiap tindakannya dilakukan dengan kasih. Saat leukemia menyerang, Carlo tidak mengeluh. Ia mempersembahkan penderitaannya bagi Paus dan Gereja. Ia berkata: “Aku tidak ingin membuang-buang waktu untuk hal yang tidak menyenangkan Tuhan.” Santo Carlo Acutis menjadi teladan, bahwa kesetiaan bukan soal umur, tetapi sikap hati. Ia melipatgandakan minanya melalui iman, kasih, kreativitas, dan keberanian untuk bertindak bagi Kristus.

Apakah kita sudah mengusahakan mina yang dititipkan Tuhan, atau masih menyimpannya karena takut kehilangan?

Doa:
Allah Bapa Yang Maha Rahim, sering kali kami lalai mengusahakan mina yang Kau percayakan. Bangkitkanlah dalam diri kami keberanian untuk bertindak dengan kasih, agar hidup kami berbuah bagi sesama. Seperti Santo Carlo, semoga kami pun berani mengusahakan mina yang Kau percayakan, bukan dengan takut, tapi dengan kasih yang kreatif untuk kemuliaan nama-Mu. Jadikanlah hidup kami persembahan yang berlipat ganda dalam kasih dan pelayanan. Doa dan harapan ini kami sampaikan kepada-Mu melalui Kristus, putra-Mu yang tunggal, Tuhan dan Pengantara kami. Amin.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

(Renungan) Peziarah Pengharapan

(Renungan) Warisan Berharga bagi Manusia