(Renungan) Belas Kasih Allah Merupakan Berita Sukacita
Belas Kasih Allah Merupakan Berita Sukacita
(Juwati Darmawidjaja)
Kalender Liturgi Sabtu, 22 Maret 2025
Bacaan Pertama : Mi. 7:14-15. 18-20
Mazmur Tanggapan : Mzm. 103:1-2. 3-4. 9-10. 11-12
Bacaan Injil : Luk. 15:1-3. 11-32
Pada 13 Mei 1981 Paus Yohanes Paulus II ditembak dan hampir terbunuh. Peristiwa itu terjadi saat audiensi umum, di Lapangan Santo Petrus, Vatikan. Saat itu, pria berkebangsaan Turki, Mehmet Ali Agca menembaknya.
Namun, tidak lama kemudian, Paus memilih memaafkan “saudara yang menembak saya”, demikian kata Paus. Ia mengampuni Ali Agca, seseorang yang hampir merenggut nyawanya. Bahkan Paus kemudian menemui Ali Agca secara langsung, memegang tangan dan memeluknya. “Kami bertemu sebagai sesama manusia dan sebagai saudara,” ujar Paus usai pertemuan tersebut. Pada akhirnya Ali Agca bertobat.
Injil hari ini mengisahkan tentang Bapa yang penuh belas kasih, yang mengampuni dengan kasih yang melampaui batas-batas keadilan. Secara adil, anak bungsu dalam perumpamaan itu layak menjadi orang upahan. Namun lihatlah, betapa besar belas kasih sang bapa. Ia setia sebagai seorang bapa; ia setia untuk selalu mengasihi anaknya. Kesetiaan ini ditunjukkan tidak hanya dengan kesediaannya mengampuni, tetapi juga karena ia mengampuni dengan sukacita. Sebab, anaknya yang telah ‘mati’, kini hidup kembali; yang hilang telah ditemukan kembali (Luk. 15:32).
Sang bapa bersukacita, sebab si bungsu bertobat dan kembali. Si bungsu mendapatkan kembali martabatnya sebagai anak. Inilah gambaran kasih Bapa kita, yang dengan belas kasih-Nya selalu menanti kita kembali dari segala pelanggaran dan dosa, agar Ia dapat memperoleh pemulihan martabat kita sebagai anak-anak-Nya.
Namun, seringkali kita melihat sikap yang berbeda. Ada kecenderungan untuk menyingkirkan mereka yang dianggap berdosa, karena status perkawinan, pekerjaan, atau berbagai alasan lainnya. Kadang kita justru enggan mendekati, apalagi mengajak dan melibatkan mereka. Kadang kita malah bersikap seperti anak sulung yang karena selalu berada bersama Bapa. Kita merasa berhak untuk menolak kepulangan si bungsu.
Mengampuni bukanlah perkara mudah. Kita semua pasti pernah merasa sulit untuk mengampuni. Namun, itulah sebabnya kita perlu belajar. Masa Prapaskah ini adalah kesempatan kita untuk kembali kepada Bapa dan melatih hati untuk mengampuni sesama.
Doa:
Tuhan, aku bersyukur Engkau telah memilihku menjadi anak-Mu yang terkasih oleh karena belas kasih-Mu. Ajarlah aku untuk berbelas kasih kepada sesama yang lemah dan berdosa agar semakin banyak orang yang mau datang kepada-Mu lewat keramahan dan perhatianku. Amin.
(Juwati Darmawidjaja)
“Kita patut bersukaria dan bergembira karena adikmu telah mati dan kini hidup kembali, ia telah hilang dan kini ditemukan kembali.”
(Luk.15:32)
Bacaan Pertama : Mi. 7:14-15. 18-20
Mazmur Tanggapan : Mzm. 103:1-2. 3-4. 9-10. 11-12
Bacaan Injil : Luk. 15:1-3. 11-32
Pada 13 Mei 1981 Paus Yohanes Paulus II ditembak dan hampir terbunuh. Peristiwa itu terjadi saat audiensi umum, di Lapangan Santo Petrus, Vatikan. Saat itu, pria berkebangsaan Turki, Mehmet Ali Agca menembaknya.
Namun, tidak lama kemudian, Paus memilih memaafkan “saudara yang menembak saya”, demikian kata Paus. Ia mengampuni Ali Agca, seseorang yang hampir merenggut nyawanya. Bahkan Paus kemudian menemui Ali Agca secara langsung, memegang tangan dan memeluknya. “Kami bertemu sebagai sesama manusia dan sebagai saudara,” ujar Paus usai pertemuan tersebut. Pada akhirnya Ali Agca bertobat.
Injil hari ini mengisahkan tentang Bapa yang penuh belas kasih, yang mengampuni dengan kasih yang melampaui batas-batas keadilan. Secara adil, anak bungsu dalam perumpamaan itu layak menjadi orang upahan. Namun lihatlah, betapa besar belas kasih sang bapa. Ia setia sebagai seorang bapa; ia setia untuk selalu mengasihi anaknya. Kesetiaan ini ditunjukkan tidak hanya dengan kesediaannya mengampuni, tetapi juga karena ia mengampuni dengan sukacita. Sebab, anaknya yang telah ‘mati’, kini hidup kembali; yang hilang telah ditemukan kembali (Luk. 15:32).
Sang bapa bersukacita, sebab si bungsu bertobat dan kembali. Si bungsu mendapatkan kembali martabatnya sebagai anak. Inilah gambaran kasih Bapa kita, yang dengan belas kasih-Nya selalu menanti kita kembali dari segala pelanggaran dan dosa, agar Ia dapat memperoleh pemulihan martabat kita sebagai anak-anak-Nya.
Namun, seringkali kita melihat sikap yang berbeda. Ada kecenderungan untuk menyingkirkan mereka yang dianggap berdosa, karena status perkawinan, pekerjaan, atau berbagai alasan lainnya. Kadang kita justru enggan mendekati, apalagi mengajak dan melibatkan mereka. Kadang kita malah bersikap seperti anak sulung yang karena selalu berada bersama Bapa. Kita merasa berhak untuk menolak kepulangan si bungsu.
Mengampuni bukanlah perkara mudah. Kita semua pasti pernah merasa sulit untuk mengampuni. Namun, itulah sebabnya kita perlu belajar. Masa Prapaskah ini adalah kesempatan kita untuk kembali kepada Bapa dan melatih hati untuk mengampuni sesama.
Doa:
Tuhan, aku bersyukur Engkau telah memilihku menjadi anak-Mu yang terkasih oleh karena belas kasih-Mu. Ajarlah aku untuk berbelas kasih kepada sesama yang lemah dan berdosa agar semakin banyak orang yang mau datang kepada-Mu lewat keramahan dan perhatianku. Amin.
Komentar
Posting Komentar