(Renungan) Jangan Munafik!

Jangan Munafik!
(Irene Sri Handayani)

Aku berkata kepadamu: Jika hidupmu tidak lebih benar daripada ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga.
(Mat. 5:20)

Kalender Liturgi Kamis, 12 Juni 2025
Bacaan Pertama : 2Kor. 3:15-4:1. 3-6
Mazmur Tanggapan : Mzm. 85:9ab-10. 11-12. 13-14
Bacaan Injil : Mat. 5:20-26

Kebenaran bagi orang-orang Farisi dan para ahli Taurat hanya bersifat lahiriah saja. Mereka mengetahui kebenaran melalui ajaran agama. Setia menjalankan tradisi dan menaati aturan keagamaan antara lain: berdoa, memuji Tuhan, membaca firman Tuhan, berpuasa dan masih banyak lagi. Yesus mengatakan bahwa kebenaran yang dikehendaki Allah adalah lebih dari itu, harus juga bersifat batiniah. Memuliakan Allah bukan hanya di bibir saja tetapi juga dengan hati. Tingkah laku hidup harian mereka jauh dari kehendak-Nya, penuh dengan kemunafikan, pemerasan, korupsi, tipu daya. Ya, mereka dari luar tampaknya benar, tetapi hatinya sama sekali tidak mengasihi Allah. Hidup seseorang harus selaras dengan kehendak Allah dalam iman dan kasih.

Ajaran agama dan praktek kehidupan haruslah ada kesesuaian. Doa dan ibadat seseorang harusnya sesuai dengan perbuatan baiknya sehari-hari. Tetapi kenyataan yang kita temui, pola pikir ini bergeser pengertiannya, seolah-olah perbuatan baik lebih penting dari doa dan ibadat. Maka tidak mengherankan bila muncul pendapat bahwa yang penting berbuat baik, sedangkan doa, ya, kalo sempat saja.  

Seorang teman yang tidak pernah lagi pergi ke gereja berkata, “Lebih baik hidup gak bikin susah orang lain, daripada seperti si Anu yang aktif di gereja tetapi kerjanya nipu sana sini.” Gak bikin susah orang lain, berarti tidak melakukan perbuatan apa pun, artinya apatis. Padahal kita diminta melakukan perbuatan baik, jangan karena oknum “si Anu”, membuat kita apatis. 

Yesus mengingatkan kita, supaya kita dapat hidup lebih benar daripada ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Untuk itu kita harus masuk dalam inti sari hukum, yaitu hukum cinta kasih yang tulus dan mendalam kepada Allah dan sesama. Bagaimana aku bisa mengatakan, bahwa aku mencintai Tuhan Yesus yang tidak tampak; dengan tulus dan mendalam, bila aku tidak melakukan perbuatan baik terhadap sesama yang kujumpai? Terketukkah hatiku untuk berbelas kasih kepada mereka yang membutuhkan?

Doa:
Tuhan Yesus Kristus Yang Maha Baik, mampukanlah aku meneladani perbuatan-perbuatan kasih-Mu sehingga imanku dapat senantiasa Kau teguhkan dan Kau kuatkan. Dengan demikian aku tidak hidup dalam kepalsuan dan kepura-puraan. Amin.
 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

(Renungan) Upah Mengikuti Yesus

(Renungan) Warisan Berharga bagi Manusia