(Renungan) Menghidupi Doa Bapa Kami dalam Keseharian Hidup
Menghidupi Doa Bapa Kami dalam Keseharian Hidup
(Maria Theresia Widyastuti)
(Maria Theresia Widyastuti)
Lagi pula, ketika kamu berdoa, janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah.
(Mat. 6:7a)
Kalender Liturgi Kamis, 19 Juni 2025
Bacaan Pertama: 2Kor. 11:1-11
Mazmur Tanggapan: Mzm. 111: 1-2. 3-4. 7-8
Bacaan Injil: Mat. 6:7-15
Suatu pagi di rumah singgah tempat tinggal romo-romo suatu ordo, saya bercakap-cakap dengan salah satu dari mereka tentang penghayatan doa. Beliau mempersilahkan saya berdoa di kapel bersamanya. Menurut beliau, saya berdoa sangat cepat dan beliau menanyakan apa yang saya rasakan dan alami saat berdoa.
Saya selalu berdoa tanpa banyak kata, bahkan cenderung lebih menyukai keheningan doa, berharap mendengar suara Allah. Namun ada beberapa pertanyaan reflektif dari beliau yang menjadi bahan refleksi saya. Apakah saya berdoa dengan hati yang sadar dan terbuka? Bagaimana saya bisa menghidupi isi doa dalam sikap dan tindakan saya setiap hari? Apakah saya benar-benar percaya, bahwa Bapa tahu apa yang saya butuhkan, bahkan sebelum saya memintanya?
Pertanyaan itu membuat saya merenungkan mengapa Yesus mengajarkan "Doa Bapa Kami", dan bukan doa-doa panjang lainnya? Dalam Injil Matius, Yesus menegaskan bahwa doa bukan soal banyaknya kata, melainkan soal kedekatan dan kepercayaan kepada Bapa yang mengenal kita secara mendalam.
Doa Bapa Kami bukan sekadar teks yang kita hafal namun doa yang mencakup seluruh aspek kehidupan kita; dari pujian, penyerahan, kebutuhan jasmani, hingga pengampunan dan perlindungan dari kejahatan. Ia adalah doa yang hidup, yang mengubah kita dari dalam, yang mengingatkan siapa kita, kepada siapa kita berdoa, dan bagaimana kita seharusnya hidup.
Doa ini memberi napas bagi jiwa yang lelah, arah bagi hati yang bingung, dan damai bagi yang gundah. Bukan karena panjangnya, tetapi karena kedalaman maknanya. Seringkali kita tergoda untuk berpikir bahwa doa kita baru berhasil kalau panjang, rumit, dan penuh kata-kata indah. Namun Yesus justru menekankan kesederhanaan dan ketulusan. Doa yang berasal dari hati, walau hanya satu kalimat, lebih berkenan daripada seribu kata tanpa makna.
Mari kita jadikan "Doa Bapa Kami" bukan hanya doa hafalan, tetapi napas rohani kita setiap hari! Dalam keheningan atau keramaian, saat suka maupun duka, mari kita kembali ke doa yang Yesus ajarkan sederhana, namun penuh kuasa!
Doa: 
Ya Bapa, ajarilah kami untuk sungguh mengenal-Mu sebagai Bapa yang hidup dan dekat. Jadikanlah "Doa Bapa Kami" bukan hanya doa yang kami ucapkan, tetapi doa yang kami hidupi. Dalam setiap langkah, biarlah nama-Mu dimuliakan. Amin.
Ya Bapa, ajarilah kami untuk sungguh mengenal-Mu sebagai Bapa yang hidup dan dekat. Jadikanlah "Doa Bapa Kami" bukan hanya doa yang kami ucapkan, tetapi doa yang kami hidupi. Dalam setiap langkah, biarlah nama-Mu dimuliakan. Amin.

 
 
 
Komentar
Posting Komentar