(Renungan) Ketika Kita Harus Memilih
Ketika Kita Harus Memilih
(Laurentia Linda)
Kalender Liturgi Senin, 14 Juli 2025
Bacaan Pertama : Kel. 1:8-14. 22
Mazmur Tanggapan : Mzm. 124:1-3. 4-6. 7-8
Bacaan Injil : Mat. 10:34-11:1
Bacaan Injil hari ini sungguh bertentangan dengan apa yang tertulis pada Injil Yohanes (Yoh. 14:27). Ketika memberikan damai kepada kita, Yesus mengatakan, “Damai sejahtera-Ku, Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku, Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu.” Tetapi dalam Injil hari ini, Ia tidak membawa damai melainkan justru pedang. Sebab untuk mendapatkan damai sejahtera yang sejati, kita mesti “memerangi’ kecenderungan untuk mementingkan diri sendiri dan kelompok. Termasuk semua yang menghalangi kita untuk semakin dekat dengan Tuhan dan bersatu dengan-Nya. Apakah dan siapakah itu?
Dekat dengan Tuhan, bersatu dengan Tuhan, tentu saja bisa dilakukan dalam kapasitas panggilan hidup kita masing masing. Ada yang memilih panggilan sebagai rohaniwan, dan lebih banyak lagi yang memilih panggilan berkeluarga. Melayani gereja di luar tugas sebagai rohaniwan ataupun orang yang berkeluarga boleh saja. Tetapi kita juga harus bertanggung jawab pada pilihan hidup kita sebagai rohaniwan atau orang berkeluarga. Di sini “pedang” kita pakai untuk memilih apa yang harus kita lakukan.
Ada satu pasangan muda Katolik kenalan saya, masih muda, mempunyai dua anak, dan sang istri telah terlibat secara aktif dalam kegiatan Gereja sejak masih menjadi OMK. Tetapi rupanya setelah berkeluarga dan mempunyai anak, dia masih tetap lanjut melayani di paroki dan gereja. Hanya saja kegiatan tersebut sepertinya terlalu banyak, sehingga menimbulkan keberatan di pihak suami, dan berujung pada pertengkaran.
Di Paroki Imaculata Kalideres, sebulan sekali setiap hari Kamis minggu ke-4, gereja ditutup. Tidak ada kegiatan sama sekali, sehingga para aktivis gereja bisa fokus di lingkungan ataupun di keluarga sendiri.
Pelayanan tidak melulu harus dilakukan di gereja. Menjadi dekat dengan Tuhan juga tidak selalu berarti harus menghabiskan waktu di gereja. Dalam kapasitas kita masing-masing, kita pasti dapat menemukan cara untuk dekat dengan Tuhan. Salah satunya adalah dengan menjalani panggilan kita dengan penuh “tanggung jawab”.
Doa:
Tuhan Yang Maha Pengasih, Engkau telah menunjukkan kepada kami kasih-Mu yang tidak terbatas. Mampukan kami untuk dapat menemukan jalan agar bisa selalu dekat dengan-Mu. Amin.
(Laurentia Linda)
“Jangan menyangka bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi. Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang.”
(Mat. 10:34)
Bacaan Pertama : Kel. 1:8-14. 22
Mazmur Tanggapan : Mzm. 124:1-3. 4-6. 7-8
Bacaan Injil : Mat. 10:34-11:1
Bacaan Injil hari ini sungguh bertentangan dengan apa yang tertulis pada Injil Yohanes (Yoh. 14:27). Ketika memberikan damai kepada kita, Yesus mengatakan, “Damai sejahtera-Ku, Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku, Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu.” Tetapi dalam Injil hari ini, Ia tidak membawa damai melainkan justru pedang. Sebab untuk mendapatkan damai sejahtera yang sejati, kita mesti “memerangi’ kecenderungan untuk mementingkan diri sendiri dan kelompok. Termasuk semua yang menghalangi kita untuk semakin dekat dengan Tuhan dan bersatu dengan-Nya. Apakah dan siapakah itu?
Dekat dengan Tuhan, bersatu dengan Tuhan, tentu saja bisa dilakukan dalam kapasitas panggilan hidup kita masing masing. Ada yang memilih panggilan sebagai rohaniwan, dan lebih banyak lagi yang memilih panggilan berkeluarga. Melayani gereja di luar tugas sebagai rohaniwan ataupun orang yang berkeluarga boleh saja. Tetapi kita juga harus bertanggung jawab pada pilihan hidup kita sebagai rohaniwan atau orang berkeluarga. Di sini “pedang” kita pakai untuk memilih apa yang harus kita lakukan.
Ada satu pasangan muda Katolik kenalan saya, masih muda, mempunyai dua anak, dan sang istri telah terlibat secara aktif dalam kegiatan Gereja sejak masih menjadi OMK. Tetapi rupanya setelah berkeluarga dan mempunyai anak, dia masih tetap lanjut melayani di paroki dan gereja. Hanya saja kegiatan tersebut sepertinya terlalu banyak, sehingga menimbulkan keberatan di pihak suami, dan berujung pada pertengkaran.
Di Paroki Imaculata Kalideres, sebulan sekali setiap hari Kamis minggu ke-4, gereja ditutup. Tidak ada kegiatan sama sekali, sehingga para aktivis gereja bisa fokus di lingkungan ataupun di keluarga sendiri.
Pelayanan tidak melulu harus dilakukan di gereja. Menjadi dekat dengan Tuhan juga tidak selalu berarti harus menghabiskan waktu di gereja. Dalam kapasitas kita masing-masing, kita pasti dapat menemukan cara untuk dekat dengan Tuhan. Salah satunya adalah dengan menjalani panggilan kita dengan penuh “tanggung jawab”.
Doa:
Tuhan Yang Maha Pengasih, Engkau telah menunjukkan kepada kami kasih-Mu yang tidak terbatas. Mampukan kami untuk dapat menemukan jalan agar bisa selalu dekat dengan-Mu. Amin.

 
 
 
Komentar
Posting Komentar