(Renungan) Tanah Seperti Apakah Kita?
Tanah Seperti Apakah Kita? 
(Yoseph dan Caroline Pandisurya)
Kalender Liturgi Rabu, 23 Juli 2025
Bacaan Pertama : Kel. 16:1-5.9-15
Mazmur Tanggapan : Mzm. 78:18-19. 23-28
Bacaan Injil : Mat. 13:1-9
(Yoseph dan Caroline Pandisurya)
Yesus berkata: “Pada waktu ia menabur, sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, sebagian jatuh di tanah berbatu-batu, benih yang lain jatuh di tengah semak duri. Benih-benih lainnya jatuh di tanah yang baik lalu berbuah.”
(Mat 13: 4.5.7.8)
Bacaan Pertama : Kel. 16:1-5.9-15
Mazmur Tanggapan : Mzm. 78:18-19. 23-28
Bacaan Injil : Mat. 13:1-9
Ada empat lokasi dalam perumpamaan Tuhan Yesus ini, yaitu di pinggir jalan, di tanah berbatu-batu, di tengah semak duri dan di tanah yang baik. Pinggir jalan merupakan area terbuka, biasanya tidak ada unsur tanah, siapa pun boleh berada di situ. Benih yang jatuh di sana adalah firman Tuhan yang didengar dengan hanya menggunakan telinga, tanpa menyertakan pikiran dan hati. Mereka hanya senang berkumpul di keramaian, sehingga sangat mudah kekuatan jahat merampas firman Tuhan tersebut. 
Pada tanah yang berbatu-batu ada tanahnya, tetapi lebih banyak batunya. Seperti kita yang tinggal di daerah ‘minoritas’. Saat kita datang ke gereja atau acara komunitas, berkumpul bersama ‘saudara’, kita mendengarkan firman dan merasa sukacita. Wow, bagus, tetapi begitu keluar dan ada ancaman/penindasan. Kita memilih untuk ‘lari’, bahkan menjadi murtad.
Bagi firman Tuhan yang jatuh di tengah semak duri, orang tersebut fisiknya ada di tempat tetapi pikiran/hatinya ‘melayang-layang’, penuh dengan kekhawatiran. Bukan hanya hari esok, tetapi juga khawatir akan hari ini. Sedangkan yang jatuh di tanah yang baik, orang tersebut mendengar, mengerti (ia mau belajar dan tidak malu bertanya), dan membagikan Firman sesuai kapasitas atau talenta yang dimiliki. Bagi orang yang masuk golongan ini, hidup dimaknai sebagai sarana untuk saling berbagi berkat. 
Saya benih yang tumbuh di mana? Saya pernah mengalami hampir semua, kecuali di tanah berbatu. Sampai lulus SD sepertinya saya menjadi benih yang ada di pinggir jalan, menjalankan kekatolikan sebagai kewajiban. Saat SMP-SMA sepertinya ada di tanah dipenuhi duri. Kenapa? Karena saya mulai melihat teman-teman dari semua agama dan tingkatan sosial ekonomi. Ada yang naik mobil mewah, bus, atau jalan kaki. Ada yang sering bolos tapi nilainya bagus, kadang timbul rasa iri melihatnya. Kuliah sampai usia sekarang sudah berada di tanah yang baik, walaupun masih jatuh bangun, terus berusaha dirawat dengan hidup berkomunitas dan berbagi berkat.
Mari berefleksi bersama, di tanah yang manakah benih yang ditaburkan oleh Allah dalam diri kita masing-masing?
Doa: 
Tuhan Yesus, Engkau telah mengajar kami lewat perumpamaan agar kami lebih mudah memahami dan mengerti. Sertai kami dengan curahan Roh Kudus agar kami mampu menjadi tanah yang baik, dan membagikan berkat sukacita tentang kabar baik ini kepada sebanyak mungkin orang. Amin.
Tuhan Yesus, Engkau telah mengajar kami lewat perumpamaan agar kami lebih mudah memahami dan mengerti. Sertai kami dengan curahan Roh Kudus agar kami mampu menjadi tanah yang baik, dan membagikan berkat sukacita tentang kabar baik ini kepada sebanyak mungkin orang. Amin.

 
 
 
Komentar
Posting Komentar