(Renungan) Belajar untuk Setia

Belajar untuk Setia
(Stephanus Selamat Sunarjo)

Lalu Rut sujud menyembah, dengan mukanya sampai ke tanah, dan berkata kepadanya, “Mengapa engkau bermurah hati kepadaku dan memperhatikan aku, padahal aku orang asing?”
(Rut. 2:10)

Kalender Liturgi Sabtu, 23 Agustus 2025
Bacaan Pertama: Rut. 2:1-3, 8-11. 4:13-17
Mazmur Tanggapan: Mzm. 128:1-2.3.4.5
Bacaan Injil: Mat. 23:1-12

Rut adalah seorang perempuan Moab, bangsa yang asing bagi orang Israel. Namun, ia menunjukkan kasih dan kesetiaan yang luar biasa kepada mertuanya, Naomi, setelah suaminya meninggal. Saat Naomi berniat kembali ke kampung halamannya di Betlehem, Rut bersikeras untuk tetap menemani dan merawatnya. Ia berkata, “Bangsamulah bangsaku, dan Allahmulah Allahku.”

Di tanah asing itu, Rut bekerja keras memungut jelai di ladang milik Boas, seorang kerabat dari almarhum suami Naomi. Boas, seorang pria yang saleh dan terhormat, memperhatikan kerendahan hati dan kesetiaan Rut. Ia menunjukkan kemurahan hati dan perlindungan kepada Rut, yang membuat Rut tersungkur dengan penuh syukur atas kebaikannya.
Akhirnya, Boas menebus Rut dan mengambilnya sebagai istri. Dari pernikahan mereka lahirlah Obed, yang kemudian menjadi ayah dari Isai, dan kakek dari Raja Daud. Dari garis keturunan inilah kelak lahir Sang Mesias, Yesus Kristus.

Kisah ini mengajarkan bahwa Allah dapat memakai siapa saja, bahkan seseorang yang dianggap luar atau asing untuk menjadi bagian dari rencana agung-Nya. Kesetiaan, kerendahan hati, dan keberanian Rut menjadi saluran kemuliaan Tuhan bagi banyak generasi setelahnya.

Saat ini saya sedang berada di titik nadir, bukan hanya soal finansial, tapi juga emosi. Saya sudah berusaha mencari income yang stabil, mencoba berbagai jalan, dan sudah berdoa. Tapi hasilnya belum terlihat seperti yang saya harapkan. Rasanya seperti berjalan di ladang kosong; seperti Rut, yang memungut sisa jelai satu per satu, tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Saya tahu bahwa Tuhan memelihara saya, karena saya sehat dan tidak pernah kekurangan makanan. Selalu ada teman yang mengirimkan makanan, mentraktir makan, ada yang memberi uang untuk jajan. Mungkin itu cara Tuhan berkata, “Aku melihatmu. Aku tahu kebutuhanmu. Aku tidak melepaskan tangan-Ku darimu.” Saya hanya perlu bersabar untuk menunggu waktu Tuhan menunjukkan kekuasaan-Nya dengan tanpa mengeluh, tetap berdoa dan mengucap syukur untuk semua yang boleh saya alami.

Apakah yang akan Anda lakukan pada saat mengalami keterpurukan atau musibah? Apakah Anda tetap percaya kepada Tuhan atau berpaling dari-Nya?

Doa: 
Ya Tuhan, bimbinglah aku supaya dapat menjadi orang yang setia dalam mengikuti perintah-Mu dan tidak hanya mengikuti kehendakku sendiri, supaya hanya yang terbaik saja yang terjadi di dalam hidupku. Berilah aku hikmat dan kebijaksanaan supaya dapat mengerti apa yang Kau kehendaki untuk aku lakukan dalam hidupku. Amin.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

(Renungan) Peziarah Pengharapan

(Renungan) Warisan Berharga bagi Manusia