(Renungan) Arogansi Kekuasaan
Arogansi Kekuasaan
(Thomas Hari Hartanto)
 
 Kalender Liturgi Selasa, 30 September 2025.
PW. S. Hieronimus, Imam dan Pujangga Gereja
Bacaan Pertama: Za. 8:20-23
Mazmur Tanggapan: Mzm. 87:1-3.4-5.6-7
Bacaan Injil: Luk. 9:51-56
 
Entahlah, perasaan apa yang memenuhi hati Yohanes dan Yakobus, sehingga mereka berdua sampai melontarkan kalimat itu. Apa yang mereka ucapkan, mengingatkan pada peristiwa turunnya api dari langit pada zaman Elia. Api itu turun atas permintaan Elia kepada Allah untuk membinasakan prajurit-prajurit yang akan menangkapnya oleh perintah raja Ahazia (2Raj.1:1-17).
Mereka berdua lupa akan pesan Tuhan Yesus pada waktu mengutus mereka ke desa dan kota mendahului-Nya. Tuhan hanya berpesan untuk meninggalkan mereka yang menolaknya dengan mengebaskan debu kakinya. Tuhan tidak menginginkan kebinasaan orang-orang berdosa, tetapi pertobatan mereka.
Kekuasaan sering mengubah watak seseorang. Seorang politisi senior berulang kali mengatakan, ”Kalau mau tahu watak asli seseorang, berilah dia kekuasaan.” Lihatlah contoh yang terjadi akhir-akhir ini. Seorang pejabat daerah terpilih telah didemo dan dituntut untuk lengser oleh masyarakat yang dahulu memilihnya. Ia dituduh menggunakan kekuasaan secara semena-mena dengan menaikkan PBB hingga 250%, bahkan pada lokasi tertentu mencapai 1000%.
Banyak yang menyalahkan pejabat itu, karena menetapkan kenaikan pajak tanpa mempertimbangkan kemampuan rakyat yang membayar pajak. Ada yang mengatakan kurang sosialisasi, sehingga hal itu mengejutkan berbagai pihak yang terkena dampak aturan baru itu. Ketika diprotes, alih-alih sadar, malah dengan arogan menantang rakyatnya sendiri.
Ada banyak contoh para politisi yang punya idealisme. Tetapi begitu mendapat jabatan tertentu ternyata dia memanfaatkan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi, partai, atau golongan sendiri. Tak jarang, mereka menabrak aturan atau undang-undang yang mereka buat sendiri ketika menghadapi jalan buntu. Menjegal calon yang tidak disukai walaupun terpilih oleh rakyat, dan menggantikannya dengan calon yang bukan pilihan rakyat, semata-mata demi kepentingan partai politiknya.
Ketika kita semua memiliki kecenderungan untuk berbuat semaunya, marilah kita mengingat pesan Tuhan Yesus, ”Masuklah melalui pintu yang sempit, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya.” (Mat. 7:13).
 
Doa:
Ya Tuhan, berilah aku kemampuan untuk mengerti dan membedakan mana yang salah dan mana yang benar, mana yang pantas dan mana yang tidak pantas kuperbuat. Berilah aku kekuatan untuk melaksanakannya dalam kehidupanku sehari-hari. Amin.
(Thomas Hari Hartanto)
Ketika dua murid-Nya, yaitu Yakobus dan Yohanes, melihat hal itu, mereka berkata,
“Tuhan, apakah Engkau mau, supaya kami menyuruh api turun dari langit untuk membinasakan mereka?”
(Luk. 9:54)
PW. S. Hieronimus, Imam dan Pujangga Gereja
Bacaan Pertama: Za. 8:20-23
Mazmur Tanggapan: Mzm. 87:1-3.4-5.6-7
Bacaan Injil: Luk. 9:51-56
Entahlah, perasaan apa yang memenuhi hati Yohanes dan Yakobus, sehingga mereka berdua sampai melontarkan kalimat itu. Apa yang mereka ucapkan, mengingatkan pada peristiwa turunnya api dari langit pada zaman Elia. Api itu turun atas permintaan Elia kepada Allah untuk membinasakan prajurit-prajurit yang akan menangkapnya oleh perintah raja Ahazia (2Raj.1:1-17).
Mereka berdua lupa akan pesan Tuhan Yesus pada waktu mengutus mereka ke desa dan kota mendahului-Nya. Tuhan hanya berpesan untuk meninggalkan mereka yang menolaknya dengan mengebaskan debu kakinya. Tuhan tidak menginginkan kebinasaan orang-orang berdosa, tetapi pertobatan mereka.
Kekuasaan sering mengubah watak seseorang. Seorang politisi senior berulang kali mengatakan, ”Kalau mau tahu watak asli seseorang, berilah dia kekuasaan.” Lihatlah contoh yang terjadi akhir-akhir ini. Seorang pejabat daerah terpilih telah didemo dan dituntut untuk lengser oleh masyarakat yang dahulu memilihnya. Ia dituduh menggunakan kekuasaan secara semena-mena dengan menaikkan PBB hingga 250%, bahkan pada lokasi tertentu mencapai 1000%.
Banyak yang menyalahkan pejabat itu, karena menetapkan kenaikan pajak tanpa mempertimbangkan kemampuan rakyat yang membayar pajak. Ada yang mengatakan kurang sosialisasi, sehingga hal itu mengejutkan berbagai pihak yang terkena dampak aturan baru itu. Ketika diprotes, alih-alih sadar, malah dengan arogan menantang rakyatnya sendiri.
Ada banyak contoh para politisi yang punya idealisme. Tetapi begitu mendapat jabatan tertentu ternyata dia memanfaatkan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi, partai, atau golongan sendiri. Tak jarang, mereka menabrak aturan atau undang-undang yang mereka buat sendiri ketika menghadapi jalan buntu. Menjegal calon yang tidak disukai walaupun terpilih oleh rakyat, dan menggantikannya dengan calon yang bukan pilihan rakyat, semata-mata demi kepentingan partai politiknya.
Ketika kita semua memiliki kecenderungan untuk berbuat semaunya, marilah kita mengingat pesan Tuhan Yesus, ”Masuklah melalui pintu yang sempit, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya.” (Mat. 7:13).
Doa:
Ya Tuhan, berilah aku kemampuan untuk mengerti dan membedakan mana yang salah dan mana yang benar, mana yang pantas dan mana yang tidak pantas kuperbuat. Berilah aku kekuatan untuk melaksanakannya dalam kehidupanku sehari-hari. Amin.

 
 
 
Komentar
Posting Komentar