(Renungan) Hidup ini Kesempatan, Bukan Persaingan


Hidup ini Kesempatan, Bukan Persaingan
(Fellicia Fenny)

Mereka itu seumpama anak-anak yang duduk di pasar dan yang saling menyerukan:

Kami meniup seruling bagimu, tetapi kamu tidak menari, kami menyanyikan kidung duka, tetapi kamu tidak menangis.

(Luk. 7:32)


Kalender Liturgi Rabu, 17 September 2025

Bacaan Pertama: 1Tim. 3:14-16

Mazmur Tanggapan: Mzm. 111:1-2.3-4.5-6

Bacaan Injil: Luk. 7:31-35


Suatu sore saya dan suami ke bengkel. Di ruang tunggu lantai dua, seorang bapak terus memperhatikan saya. Karena jengah, saya sapa bapak itu, lalu terjadilah obrolan panjang. Bapak ini seorang sopir Grab, juga freelancer driver di sebuah perusahaan besar. Ia sudah berkeluarga dengan tiga anak masih kecil-kecil dan seorang pendoa syafaat di sebuah gereja Kristen kecil yang tidak terkenal. Dia menceritakan dengan penuh rasa syukur bagaimana Tuhan bekerja dalam hidupnya yang tidak mudah. 


Mobil bapak pendoa ini selesai terlebih dahulu. Dia turun ke lantai satu, namun tak berapa lama dia naik kembali untuk menemui kami dan tanpa basa basi dia berkata, "Kalian harus saling menjaga diri, suami istri jangan suka bertengkar. Sebagai pengikut Kristus, kita harus memakai hidup ini sebagai kesempatan untuk menampilkan wajah Kristus di tengah lingkungan kita." Saya terdiam dan saat itu juga saya minta ampun dalam hati saya, jika selama ini kami masih bersikap seperti anak kecil.


Dalam Injil hari ini, Yesus mengumpamakan angkatan itu seperti anak-anak yang duduk di pasar, yang tidak pernah memikirkan hal-hal yang penting. Di sini ditunjukan sifat angkatan yang suka melawan melalui pertengkaran dan prasangka buruk terhadap Yohanes, maupun Yesus. Jika diselidiki lebih jauh, pertengkaran ini timbul dari rasa takut. Mereka bersaing karena iri hati dan ingin menang sendiri. Mereka takut kalah pamor sehingga berusaha menjatuhkan Yohanes dan Yesus dengan mencari-cari kesalahan, karena menganggap Yohanes dan Yesus adalah saingan mereka.


Mereka menjadikan hidup sebagai ajang persaingan, bukan sebagai kesempatan untuk memikirkan urusan jiwa mereka dengan sungguh-sungguh. Mereka berbuat seakan-akan Allah sedang bercanda dengan mereka, seperti anak-anak yang bercanda satu sama lain di pasar (Luk. 7:32). Dengan kebodohannya mereka mengolok-olok jalan-jalan Allah, yang sesungguhnya dipakai-Nya untuk membawa kebaikan bagi mereka.


Mereka menolak semua jalan-Nya dengan bersenda gurau dan menganggapnya tidak lebih dari sekadar ajang pertunjukan dengan mereka pemeran utamanya. Masihkah kita bercanda dengan hidup kita? 


Doa:

Bapa yang penuh kasih, ampuni kami jika kami masih seperti anak kecil yang bermain-main di pasar. Kami mohon Roh Kudus mendewasakan kami, agar tindakan dan perbuatan kami sungguh menampilkan wajah Kristus di tengah lingkungan kami. Amin.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

(Renungan) Peziarah Pengharapan

(Renungan) Warisan Berharga bagi Manusia