(Renungan) Tuhan Menghitung, Menampung dan Mencatat Tetes Air Mata Kita
Tuhan Menghitung, Menampung dan Mencatat Tetes Air Mata Kita
(Isye Iriani)
Kalender Liturgi Selasa, 16 September 2025
PW. S. Kornelius, Paus, dan Siprianus, Uskup; Martir
Bacaan Pertama: 1Tim. 3:1-13
Mazmur Tanggapan: Mzm. 101:1-2ab.2cd-3ab.5.6.
Bacaan Injil: Luk. 7:11-17
Dalam Injil Lukas, mukjizat sering berfungsi sebagai tanda bahwa Allah sedang memulihkan ciptaan-Nya, dan kematian dikalahkan. Kebangkitan dalam kisah ini bukan sekadar pemulihan fisik, tapi tanda bahwa Kerajaan Allah telah hadir (Luk. 4:18-19: kabar baik bagi orang miskin, pembebasan bagi tawanan). Selain itu terselip pesan, Allah berbelas kasih kepada yang menderita, khususnya mereka yang kehilangan pengharapan.
Di zaman Yesus hidup, janda adalah status terendah dalam masyarakat. Janda yang kehilangan anak lelaki berarti kemalangan ganda, kehilangan sumber nafkah dan perlindungan sosial. Karenanya, Yesus sungguh ‘tergerak’. Kata yang dipakai untuk “tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan” adalah kata Yunani σπλαγχνίζομαι (splagchnizomai) yang berarti belas kasihan yang lahir dari kedalaman hati (literal: dari isi perut atau bermakna emosi terdalam). Di perikop ini Yesus sekaligus berani melampaui batas sosial dan ritual, yaitu menyentuh mayat untuk membawa hidup.
Seorang pemuda, Derek Redmond, difavoritkan memenangkan lomba lari 400 meter di Olimpiade Barcelona. Namun sekitar 250 meter menjelang garis finish, otot paha belakangnya robek. Ia terjatuh kesakitan, berusaha berdiri dan berjalan tertatih sepanjang lintasan. Tiba-tiba seorang pria besar menerobos kerumunan. Jim Redmond berlari menghampiri putranya Derek, lalu merangkul pinggangnya. Derek berbalik dan menangis di bahu ayahnya. Bersama, ayah dan putra berjalan di lintasan. Derek Redmond tidak memenangkan pertandingan, tetapi ia berhasil menyelesaikan lombanya! Rasa sakit di wajah Dereklah yang membuat si ayah bangkit menghampiri, merangkul dan menyemangati. Itulah dorongan cinta seorang ayah. Seperti itulah Tuhan. Ketika kita terpuruk, berjuang untuk menyelesaikan pergumulan, maka suara hati kecilku mengusik, mengukir pertanyaan: Bagaimana denganmu? Bagaimana pertandinganmu? Apakah kamu kesakitan? Mau menyerah? Sesungguhnya pemazmur berkata, “Sengsaraku telah Kau catat; taruhlah air mataku ke dalam kirbat-Mu. Bukankah semuanya tercatat dalam kitab-Mu?” (Mzm. 56:9).
Doa:
Bapa Yang Pengasih, aku mau terus belajar mempercayai bahwa Engkau Bapaku yang baik, yang tidak pernah tidak peduli pada semua pergumulanku. Aku mau bersandar hanya pada-Mu saja, karena Engkau menghitung setiap sengsaraku, menampung air mataku dan mencatat tiap tetesnya. Amin.
(Isye Iriani)
Ketika Tuhan melihat janda itu, tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, 
lalu Ia berkata kepadanya, "Jangan menangis!"
(Luk. 7:13)
PW. S. Kornelius, Paus, dan Siprianus, Uskup; Martir
Bacaan Pertama: 1Tim. 3:1-13
Mazmur Tanggapan: Mzm. 101:1-2ab.2cd-3ab.5.6.
Bacaan Injil: Luk. 7:11-17
Dalam Injil Lukas, mukjizat sering berfungsi sebagai tanda bahwa Allah sedang memulihkan ciptaan-Nya, dan kematian dikalahkan. Kebangkitan dalam kisah ini bukan sekadar pemulihan fisik, tapi tanda bahwa Kerajaan Allah telah hadir (Luk. 4:18-19: kabar baik bagi orang miskin, pembebasan bagi tawanan). Selain itu terselip pesan, Allah berbelas kasih kepada yang menderita, khususnya mereka yang kehilangan pengharapan.
Di zaman Yesus hidup, janda adalah status terendah dalam masyarakat. Janda yang kehilangan anak lelaki berarti kemalangan ganda, kehilangan sumber nafkah dan perlindungan sosial. Karenanya, Yesus sungguh ‘tergerak’. Kata yang dipakai untuk “tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan” adalah kata Yunani σπλαγχνίζομαι (splagchnizomai) yang berarti belas kasihan yang lahir dari kedalaman hati (literal: dari isi perut atau bermakna emosi terdalam). Di perikop ini Yesus sekaligus berani melampaui batas sosial dan ritual, yaitu menyentuh mayat untuk membawa hidup.
Seorang pemuda, Derek Redmond, difavoritkan memenangkan lomba lari 400 meter di Olimpiade Barcelona. Namun sekitar 250 meter menjelang garis finish, otot paha belakangnya robek. Ia terjatuh kesakitan, berusaha berdiri dan berjalan tertatih sepanjang lintasan. Tiba-tiba seorang pria besar menerobos kerumunan. Jim Redmond berlari menghampiri putranya Derek, lalu merangkul pinggangnya. Derek berbalik dan menangis di bahu ayahnya. Bersama, ayah dan putra berjalan di lintasan. Derek Redmond tidak memenangkan pertandingan, tetapi ia berhasil menyelesaikan lombanya! Rasa sakit di wajah Dereklah yang membuat si ayah bangkit menghampiri, merangkul dan menyemangati. Itulah dorongan cinta seorang ayah. Seperti itulah Tuhan. Ketika kita terpuruk, berjuang untuk menyelesaikan pergumulan, maka suara hati kecilku mengusik, mengukir pertanyaan: Bagaimana denganmu? Bagaimana pertandinganmu? Apakah kamu kesakitan? Mau menyerah? Sesungguhnya pemazmur berkata, “Sengsaraku telah Kau catat; taruhlah air mataku ke dalam kirbat-Mu. Bukankah semuanya tercatat dalam kitab-Mu?” (Mzm. 56:9).
Doa:
Bapa Yang Pengasih, aku mau terus belajar mempercayai bahwa Engkau Bapaku yang baik, yang tidak pernah tidak peduli pada semua pergumulanku. Aku mau bersandar hanya pada-Mu saja, karena Engkau menghitung setiap sengsaraku, menampung air mataku dan mencatat tiap tetesnya. Amin.

 
 
 
Komentar
Posting Komentar