(Renungan) Hati yang Berkenan di Hadapan Tuhan

Hati yang Berkenan di Hadapan Tuhan
(Dewi Malingkas)

“Sebab siapa saja yang meninggikan diri, ia akan direndahkan dan siapa saja yang merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” 
(Luk. 18:14b)

Kalender Liturgi Minggu, 26 Oktober 2025
Bacaan Pertama: Sir. 35:12-14,16-18
Mazmur Tanggapan: Mzm. 34:2-3.17-18.19.23
Bacaan Kedua : Tim 4:6-8,16-18
Bacaan Injil : Luk.18:9-14

Dalam Injil hari ini, Yesus memberikan perumpamaan tentang dua orang yang datang ke Bait Allah untuk berdoa. Sang Farisi berdoa dengan penuh kebanggaan, memuji dirinya sendiri sebagai orang yang taat hukum, rajin berpuasa, suka memberi persembahan, dan merasa lebih baik daripada orang lain. Sebaliknya, si pemungut cukai bahkan merasa sungkan untuk mendekat. Ia berdiri jauh, tidak berani menengadah, hanya memukul diri dan berkata, “Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa.”

Pada masa itu, masyarakat membenci pemungut cukai karena dianggap pengkhianat dan koruptor. Namun Tuhan melihat lebih dalam daripada manusia. Pemungut cukai yang rendah hati dan jujur justru dibenarkan oleh Allah, bukan Farisi yang penuh kesombongan.

Seorang mantan narapidana pernah bersaksi bahwa hidupnya berubah ketika ia berdoa “Tuhan, kasihanilah aku.” Dari kerendahan hati itu, ia menemukan pengampunan, dipulihkan, dan kini melayani sesama dengan tulus. Kisah ini mengingatkan kita bahwa siapa pun, bahkan yang dianggap hina oleh masyarakat, dapat mengalami kasih Allah bila datang dengan hati yang hancur dan rindu akan pertobatan.

Pernyataan Yesus yang membenarkan si pemungut cukai dalam kisah ini, membuka mata kita bahwa di hadapan Tuhan, kebenaran bukanlah soal prestasi rohani, melainkan kerendahan hati, pertobatan yang tulus. Kesombongan rohani, meski dibungkus dengan aktivitas pelayanan, ternyata tidak berkenan di hadapan Allah.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita pun sering tanpa sadar membiarkan kesombongan rohani menyelinap. Kita merasa lebih baik karena aktif di gereja, rajin berdoa atau lebih paham liturgi dan sebagainya.

Tuhan tidak melihat orang tampak luarnya saja. Tuhan melihat hati yang hancur. Mungkin orang yang hidupnya berantakan, tetapi datang dengan pertobatan sungguh-sungguh, justru lebih berkenan di hadapan Allah daripada mereka yang hanya mengandalkan penampilan rohani.

Renungan ini mengajak kita bercermin, apakah doa kita lebih sering berisi 'Lihat aku, Tuhan' atau 'Kasihanilah aku, Tuhan'? Allah berkenan pada hati yang rendah, yang sadar akan keterbatasannya, dan yang datang dengan kerinduan hati untuk menjadi lebih baik. 

Doa:
Tuhan, aku masih sering bersikap seperti orang Farisi, jatuh dalam dosa yang tak terlihat, kesombongan rohani. Ampunilah aku yang masih suka merasa lebih baik dari orang lain.
Mampukan dan ajarlah aku untuk mau berdoa dengan hati yang rendah dan berserah pada-Mu, seperti pemungut cukai yang berkenan kepada-Mu. Amin.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

(Renungan) Peziarah Pengharapan

(Renungan) Warisan Berharga bagi Manusia