(Renungan) Kritik Positif Berdampak Permusuhan

Kritik Positif Berdampak Permusuhan
(Veronika Trimardhany)

Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat, sebab kamu telah mengambil kunci pengetahuan; 
kamu sendiri tidak masuk ke dalam dan orang yang berusaha untuk masuk ke dalam kamu halang-halangi.
(Luk. 11:52)

Kalender Liturgi Kamis, 16 Oktober 2025
Bacaan Pertama: Rm. 3:21-30
Mazmur Tanggapan: Mzm. 130:1-2-3-4b.4c-6
Bacaan Injil: Luk.11:47-54

Setiap tindakan kita ada kemungkinan menuai kritik, entah kritik membangun atau kritik karena rasa benci. Kritik adalah bentuk koreksi supaya yang dikritik bisa memperbaiki pembicaraannya atau perilakunya. Dengan niat baik, Yesus mengkritik orang Farisi ketika mampir ke rumah mereka. “Celakalah kamu, sebab kamu membangun makam nabi-nabi, padahal nenek moyangmu telah membunuh mereka. Dengan demikian kamu mengaku bahwa kamu membenarkan perbuatan-perbuatan nenek moyangmu, sebab mereka telah membunuh nabi-nabi itu dan kamu membangun makamnya.” Inilah satu dari banyak kritik yang disampaikan Yesus kepada orang Farisi. Seandainya orang Farisi itu terbuka dan rendah hati, maka mereka akan mengakui kesalahannya lalu bertobat. Namun yang terjadi mereka malah membenci Yesus dan mencari kesempatan untuk membalas, untuk mencelakainya. Setiap kali Yesus mengajar di tempat lain, mereka mengintip untuk mencari-cari kesalahan Yesus.

Cerita yang sama juga menimpa diri saya ketika saya berniat baik menasihati sepupu saya. Si X suka mengadu domba antar saudara, dan bicaranya sering menyakitkan hati orang yang ditemuinya. Hal tersebut menyebabkan perpecahan dalam keluarga kami. Si X bukannya berterima kasih atas nasihat saya, tetapi malah memusuhi saya. Dia mencari kesempatan untuk menjatuhkan dan memfitnah saya. Saya difitnah sebagai orang yang paling jahat di keluarga. Saya tidak memedulikan dan tidak sakit hati meskipun yang disampaikan si X tidak benar. Niat saya adalah menyatukan seluruh keluarga. Saya tetap menjaga hubungan baik, meskipun dia menghindar dari saya. Saya hanya berdoa semoga saya sabar menghadapi si X, karena setiap dua bulan sekali selalu ada pertemuan keluarga. 

Demikianlah tidak setiap kritikan yang bertujuan baik bisa diterima dengan pikiran positif. Sering kali kritikan dianggap memusuhi, menyerang atau membenci. Kita perlu belajar menerima kritik dengan rendah hati dan lapang dada, sebagai bahan introspeksi. Jangan kita menjadi seperti orang Farisi yang bukannya bertobat setelah ditegur Yesus, tetapi malah merencanakan pembalasan. Pernahkah kita jengkel dan kesal saat menerima kritik? 

Doa:
Tuhan, ajarilah kami untuk melihat dengan kaca mata kasih seperti Engkau. Semoga kami selalu bisa melihat sisi baik dari setiap orang yang kami temui setiap hari. Semoga kami mampu rendah hati dan tidak menjadi sombong rohani. Amin.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

(Renungan) Peziarah Pengharapan

(Renungan) Warisan Berharga bagi Manusia