(Renungan) Setelah Permintaan Terkabul, lalu?

Setelah Permintaan Terkabul, lalu?
(Taruna Lala)

Salah seorang dari mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring, 
lalu sujud di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya. 
Orang itu orang Samaria.
(Luk. 17:15-16)

Kalender Liturgi Minggu, 12 Oktober 2025
Bacaan Pertama: 2Raj. 5:14-17
Mazmur Tanggapan: Mzm. 98:1.2-3ab.3cd-4
Bacaan Kedua: 2Tim. 2:8-13
Bacaan Injil: Luk. 17:11-19

Sekitar 30 tahun lalu, saya berdoa kepada Tuhan memohon seorang istri. Seorang gadis Katolik yang baik hati, berpendidikan tinggi, berasal dari suku Manado dan memiliki kemandirian dalam hidupnya. Saya mendapatkan beberapa calon. Walau tidak sepenuhnya sesuai dengan harapan doa saya, saya tetap melakukan penjajakan. Namun, beberapa kali hubungan itu berakhir. Akhirnya saya dipertemukan dengan seorang gadis yang memenuhi semua hal yang saya doakan. Proses penjajakan dengan gadis ini tidak mudah. Beberapa kali nyaris berpisah. Tetapi dalam segala kerumitan itu, Tuhan justru menuntun kami menuju Sakramen Perkawinan. Tuhan tidak hanya menjawab doa saya, tetapi juga memurnikan dan menguatkan perjalanan pernikahan kami.

Bacaan pertama dan Injil hari ini berbicara tentang permintaan yang dikabulkan. Panglima Raja Aram, Na’aman, serta sepuluh orang yang menderita penyakit kulit. Mereka menjadi sembuh setelah mereka meminta, percaya dan melakukan apa yang diperintahkan Yesus. Dari sepuluh orang yang disembuhkan, hanya satu yang kembali, bersyukur dan memuliakan Allah. Melihat hal itu, Yesus bertanya, “Di manakah yang sembilan orang itu?” 

Pertanyaan Yesus ini seolah ditujukan kepada kita semua yang pernah meminta sesuatu kepada Allah dan telah menerimanya. Apakah kita mau berubah, kembali kepada-Nya, memuliakan dan bersyukur? Bukan demi kemuliaan Allah semata, melainkan agar kita sendiri mendapatkan keselamatan. Sebab itu Yesus berkata kepada orang Samaria yang kembali, “Berdirilah dan pergilah. Imanmu telah menyelamatkan engkau.” 

Pernikahan saya telah berlangsung lebih dari 21 tahun. Dalam perjalanan itu, tidak jarang kami menghadapi perselisihan, persoalan bahkan godaan untuk berpisah. Namun dalam setiap pergumulan, saya selalu kembali kepada Allah dalam doa. Saya diingatkan bahwa Allahlah yang telah menyatukan kami. Allah telah mengabulkan doa saat saya meminta istri dan memberikan anak-anak kepada kami. 

Karena itu saya mengajak keluarga saya untuk senantiasa datang ke hadapan Allah dalam Ekaristi setiap Minggu. Di sana kami bersyukur, memuji dan memuliakan Allah, agar pada waktunya kami dapat mengalami “Berdirilah dan pergilah. Imanmu telah menyelamatkan engkau."

Doa:
Bapa, terpujilah nama-Mu untuk selama-lamanya. Terima kasih karena Engkau telah memenuhi permintaan kami. Kuatkan kami untuk rendah hati kembali kepada-Mu, bersyukur dan memuliakan-Mu. Dalam Yesus, Tuhan dan Juru Selamat kami yang bersama dengan Bapa dan dalam persekutuan Roh Kudus, dipuji dan dimuliakan untuk selama-lamanya. Amin.



 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

(Renungan) Peziarah Pengharapan

(Renungan) Warisan Berharga bagi Manusia