(Renungan) Kasih Tanpa Syarat

Kasih Tanpa Syarat
(Yustina Kurniawati)

”Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.”
(Luk. 23:43)

Kalender Liturgi Minggu, 23 November 2025
HR. Tuhan Kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam
Bacaaan Pertama: 2Sam.5:1-3
Mazmur Tanggapan: Mzm.122:1-2.4-5
Bacaan Kedua: Kol. 1:12-20
Bacaan Injil: Luk. 23:35-43

Peristiwa penyaliban Yesus yang terjadi dua ribu tahun lalu tetap hidup hingga kini. Masih ada orang yang tidak percaya kepada Yesus, namun bersikap diam dan tidak menghina-Nya. Tetapi, ada pula kelompok lain yang bukan hanya tidak percaya, melainkan juga mengolok-olok Dia, karena memandang penyaliban sebagai tanda ketidakberdayaan-Nya. Mereka menilai bahwa jika Yesus benar-benar Putra Allah Yang Maha Kuasa, tentu Ia bisa menyelamatkan diri-Nya sendiri dari kayu salib.

Sering kali dalam kehidupan sehari-hari, kita juga menjumpai orang yang mudah menilai berdasarkan tampilan luar. Ketika seseorang gagal, jatuh dalam dosa, atau tampak tidak berdaya, banyak yang cepat menghakimi tanpa mau memahami. Sama seperti para penonton di kaki salib yang menilai Yesus berdasarkan apa yang mereka lihat: seorang yang kalah, bukan seorang Raja, apalagi putra Allah. Padahal, justru melalui kelemahan itulah kasih Allah bekerja dengan cara yang tak terpahami oleh akal manusia.

Bagi sebagian orang, penyaliban Yesus menjadi batu sandungan, seolah bukti kelemahan seorang yang mengaku Putra Allah. Namun, bagi kita yang beriman, salib adalah lambang kasih yang tertinggi, bukti nyata bahwa Allah mengasihi manusia tanpa syarat. Inilah dua pandangan yang terus berseberangan. Realitas ini masih kita jumpai hingga kini, bahkan dalam perdebatan di media sosial.

Yesus yang tergantung di salib, dicemooh, diejek, bahkan salah satu penjahat yang disalib bersama-Nya menghina Dia. Namun, di tengah suasana mencekam itu, terdengar satu suara yang berbeda, suara seorang penjahat yang bertobat.

Kasih Yesus tidak terbatas. Bahkan pada saat-saat terakhir kehidupan seseorang, kasih karunia-Nya tetap terbuka. Iman lahir dari pengakuan dan penyerahan diri. Penjahat itu tidak membela diri, ia mengakui dosanya dan percaya kepada Yesus. Keselamatan bukan hasil usaha, melainkan anugerah. Ia diselamatkan karena imannya.

Melalui bacaan hari ini, kita diingatkan bahwa Yesus datang membawa Kerajaan Allah yang penuh kasih, pengampunan, dan damai. Ia mengundang kita untuk percaya dan mengikuti-Nya dengan segenap hati. Apakah kita pun bersedia bertobat, membuka hati dan mengizinkan kasih-Nya mengubah hidup kita hari ini?

Doa:
Tuhan Yesus Kristus, ajarlah kami untuk memiliki iman seperti penjahat yang bertobat. Dalam saat-saat kelemahan kami; ketika kami sakit, menderita, merasa dikhianati, direndahkan, atau terjatuh dalam dosa, ingatlah akan kami, ya Tuhan. Tuntunlah kami di jalan keselamatan-Mu, sebab Engkaulah Tuhan dan pengantara kami kini dan sepanjang segala masa. Amin.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

(Renungan) Peziarah Pengharapan

(Renungan) Warisan Berharga bagi Manusia