(Renungan) Panggilan yang Menghidupkan

Panggilan yang Menghidupkan
(Stephanus Selamat Sunarjo)

“Sebab, Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.”
(Luk. 19:10)

Kalender Liturgi Selasa, 18 November 2025
PF. Gereja Basilik St. Petrus dan Paulus, Rasul
Bacaan Pertama: 2Mak. 6:18-31
Mazmur Tanggapan: Mzm. 3:2-3.4-5.6-7
Bacaan Injil: Luk. 19:1-10

Zakheus dikenal sebagai pemungut cukai yang dikucilkan oleh masyarakat dan dianggap sebagai orang berdosa. Meskipun kaya, ia hidup terasing, menanggung pandangan sinis dan kebencian banyak orang. Ketika Yesus lewat di kota Yerikho, Zakheus hanya ingin melihat sekilas, orang seperti apakah Yesus itu, sehingga banyak orang mengikutinya. Maka, ia pun naik ke atas pohon. 

Zakheus tidak berharap dapat bertemu langsung dengan Yesus. Namun, Yesus menatap ke atas pohon, memanggil namanya, dan ingin menumpang di rumahnya. Pertemuan itu mengguncang Zakheus. Hatinya terbuka, sehingga ia berjanji akan memberikan setengah hartanya kepada orang miskin, dan mengganti empat kali lipat kepada yang pernah diperasnya. Pertemuan dengan Yesus mengubah arah hidupnya secara total. Dari keserakahan menjadi kemurahan, dari hidup tertutup menjadi hidup yang penuh belas kasihan.

Ketika saya mengalami musibah besar, saya hampir putus asa. Pikiran untuk mengakhiri hidup sempat datang, seolah semua pintu tertutup. Namun di tengah kegelapan, ada suara yang mendorong saya untuk tetap waras dan terus berdoa. Di sanalah, tanpa saya sadari, rupanya Yesus hadir menyapa dan menahan langkah nekat saya. Bukan dengan suara keras, melainkan lewat kesadaran. Karena bila saya menyerah, anak-anak dan keluarga akan menanggung luka dan malu. Bahkan bila percobaan itu gagal, penderitaan akan berlipat ganda. Kesadaran itu seperti tangan yang menuntun, mengingatkan bahwa hidup bukan milik saya sendiri.

Kini saya melihat bahwa pada saat saya merasa ´hilang’, Yesus datang mencari. Sama seperti Ia menatap dan memanggil Zakheus, Ia pun menatap dan memanggil saya dalam doa. Ia mengangkat saya dari niat untuk mengakhiri hidup, dan menuntun pada harapan baru. Pertemuan itu tidak hanya menyelamatkan, tetapi menumbuhkan hati yang lebih peka dan bersyukur. Saya yang pernah hampir tenggelam, kini belajar berjalan kembali, meskipun jalannya tidak lurus dan berbatu.

Pernahkah Anda merasa berada di titik nadir dan seolah ditinggalkan oleh Tuhan? Apa yang Anda lakukan? Apakah mendengar suara-Nya yang penuh belas kasih?

Doa: 
Terima kasih Tuhan, Engkau senantiasa hadir, bahkan di saat aku merasa putus asa dan tidak tahu lagi apa yang harus aku lakukan. Engkau datang dan menuntun aku untuk kembali ke jalan yang lurus. Meskipun jalanku terasa sulit dan terjal, namun Engkau selalu membimbing aku supaya aku tidak menyerah, dan menaruh harapanku kepada-Mu. Amin.



 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

(Renungan) Peziarah Pengharapan

(Renungan) Warisan Berharga bagi Manusia