(Renungan) Ziarah yang Menyembuhkan
Ziarah yang Menyembuhkan
(Wily Wibianto)
(Wily Wibianto)
“Elia sudah datang, tetapi orang tidak mengenal dia, dan memperlakukannya sekehendak hati mereka.”
(Mat. 17:12)
Kalender Liturgi Sabtu, 13 Desember 2025
PW. S. Lusia, Perawan dan Martir
Bacaan Pertama: Sir. 48:1-4.9-11
Mazmur Tanggapan: Mzm. 80:2ac.3b.15-16.18-19
Bacaan Injil: Mat. 17:10-13
Bacaan Pertama: Sir. 48:1-4.9-11
Mazmur Tanggapan: Mzm. 80:2ac.3b.15-16.18-19
Bacaan Injil: Mat. 17:10-13
Ziarah bukan sekadar perjalanan fisik, tetapi perjalanan iman. Dalam Injil hari ini, Yesus menyingkapkan bahwa Yohanes Pembaptis telah datang sebagai Elia baru, namun dunia tidak mengenalnya. Dia menyiapkan jalan bagi Tuhan dengan hidup sederhana, setia, dan berani dalam kebenaran. Yesus melihat penolakan dan penderitaan Yohanes Pembaptis bukan sebagai kegagalan, melainkan sebagai pola ketaatan yang harus diikuti-Nya sebagai bagian dari rencana keselamatan.
Hal yang sama kita jumpai dalam teladan Santa Lusia, seorang perawan muda dari Sirakusa yang tetap teguh menjaga imannya di tengah tekanan zaman kafir dan godaan duniawi. Santa Lusia menemani ibunya, Eutychia, yang menderita sakit pendarahan dalam ziarah ke makam Santa Agatha di Katanya, Sisilia. Perjalanan itu tidak mudah, sekitar 70 kilometer melalui perbukitan dan lembah. Mereka berangkat dengan tekad dan doa.
Di siang hari mereka berjalan sambil berdoa rosario dan beristirahat di rumah-rumah umat beriman. Malam harinya, mereka tidur sederhana, mungkin hanya beralas tikar atau beristirahat di tenda kecil yang mereka bawa. Mereka makan bekal roti, buah, sayur, dan air segar. Dalam kesederhanaan itu, hati mereka dipenuhi damai. Lusia tahu bahwa ziarah itu bukan sekadar mencari kesembuhan fisik bagi ibunya, tetapi juga penyembuhan iman bagi keduanya.
Ketika ibunya sembuh di makam Santa Agatha, mereka menyadari bahwa mukjizat itu adalah tanda kasih Tuhan yang meneguhkan keputusan Lusia untuk mempersembahkan hidupnya secara murni bagi Kristus. Sejak itu, Santa Lusia menjadi cahaya iman yang tidak padam, bahkan sampai darahnya tertumpah di tangan algojo.
Kisah Santa Lusia ini menjadi cermin bagi firman Yesus hari ini, bahwa penderitaan tidak terelakkan dalam ketaatan. Jangan pernah mengharapkan mahkota tanpa salib; kebangkitan tanpa kematian. Ketaatan selalu menuntut kesetiaan, pengorbanan, dan keberanian.
Marilah kita memohon kepada Tuhan agar diberi mata yang mampu mengenali kehadiran dan kehendak-Nya, serta hati yang rela berkorban dan menerima ketidaknyamanan. Karena kita percaya bahwa jalan ketaatan meskipun melalui penderitaan sementara, akan berakhir pada keselamatan abadi.
Doa:
Tuhan Yesus Kristus terang sejati dunia, ajarilah kami menapaki jalan iman dengan kesetiaan dan keberanian seperti Santa Lusia. Semoga setiap langkah hidup kami menjadi ziarah yang menyembuhkan, meneguhkan iman, dan memancarkan kasih-Mu. Amin.

Komentar
Posting Komentar